kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RI akan jadi penerbit green sukuk dollar pertama


Senin, 18 Desember 2017 / 20:25 WIB
RI akan jadi penerbit green sukuk dollar pertama


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana menerbitkan green sukuk dalam dominasi dollar Amerika Serikat (AS) di tahun depan. Penerbitan ini juga menjadi salah satu pembiayaan untuk menutup defisit anggaran yang dipatok sebesar Rp 325,9 triliun atau 2,19% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dalam APBN 2018.

Direktur Pembiayaan Syariah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto mengatakan, jika pemerintah dapat mewujudkan itu maka Indonesia akan menjadi sovereign green global sukuk dalam dollar Amerika Serikat (AS) pertama di dunia. Adapun Malaysia, telah menerbitkan green sukuk di tahun ini dalam mata uang ringgit.

"Penerbitan green sukuk tidak saja akan memperluas basis investor dan mengembangkan pasar sukuk, namun juga menunjukkan komitmen dan dukungan Indonesia terhadap isu perubahan iklim dalam kerangka Paris Climate Agreement," kata Suminto, Senin (18/12).

Suminto melanjutkan, Kemenkeu saat ini sedang menyiapkan Green Bond atau Sukuk Framework bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu dan beberapa instansi lain.

Pemerintah lanjut dia, juga akan mengidentifikasi proyek-proyek hijau (green projects) pemerintah yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai underlying asset.

Sejauh ini, pemerintah sudah menandai green projects 2016 sebesar Rp 14,4 triliun untuk refinancing dan menandai green project 2018 sebesar Rp 130 triliun sebagai proyek tahun berjalan.

Pihaknya menargetkan, instrumen baru tersebut akan diterbitkan dalam waktu dekat. "Ditargetkan kuartal pertama 2018. Tetapi bulannya subject to kondisi pasar dan kebutuhan pembiayaan," tambah dia.

Untuk diketahui, kebutuhan penerbitan SBN bruto di tahun depan mencapai Rp 846,4 triliun. Penerbitan tersebut menjadi salah satu langkah pembiayaan untuk menutup defisit anggaran sebesar Rp 325,9 triliun atau 2,19% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Jumlah itu, terdiri dari penerbitan SBN domestik sebesar Rp 582,1 triliun, SBN valas Rp 145,3 triliun, dan SPN jatuh tempo 2018 sebesar Rp 119 triliun.

Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness Eric Sugandi menilai, peluang penerbitan sovereign green sukuk tersebut cukup baik. Sebab, permintaan obligasi pemerintah Indonesia masih tetap tinggi lantaran imbal hasilnya relatif tinggi.

"Agar demand tetap baik, pemerintah harus mengelola defisit dengan baik" kata Eric.

Ia menilai, Eric juga mengatakan, prospek proyek hijau juga cukup baik meski biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Namun, proyek ini juga memiliki risiko mangkrak jika pengelolaannya tidak baik.

"Tetapi justru imbal hasil yang tinggi untuk mengcover risk ini," tambah dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×