kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perang dagang AS-China bisa jadi peluang bagi Indonesia, ini syaratnya


Selasa, 18 September 2018 / 20:49 WIB
Perang dagang AS-China bisa jadi peluang bagi Indonesia, ini syaratnya


Reporter: Abdul Basith | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China membuka peluang bagi Indonesia untuk mendongkrak ekspor. Peningkatan ekspor dapat dilakukan dengan membuka perjanjian dagang.

Meski begitu, pemanfaatan perjanjian dagang tersebut juga menjadi hal yang utama. "Membuka perjanjian perdagangan kalau tidak diikuti ekspornya akan tidak bermanfaat," ujar Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Handito Joewono saat menjadi pembicara di acara Workshop Perang Dagang As dengan China, Selasa (18/9).

Handito bilang pengembangan ekspor dapat dilakukan dengan lima tahap. Pertama adalah penambahan jumlah eksportir.

Kedua, melakukan diversifikasi produk ekspor. Ketiga, mengembangkan pasar baru dengan menambah negara yang belum termanfaatkan.

Keempat, peningkatan harga ekspor yang dapat disebabkan tingginya permintaan di China dan AS setelah kurang pasokan akibat perang dagang. Kelima, pengembangan ekosistem ekspor.

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan (Kemdag) Kasan menambahkan, perang dagang AS-China dapat menaikkan posisi negara ketiga dalam perdagangan.

"Dampak perang dagang akan dialami oleh China dan AS, negara ketiga bisa saja mengambil posisi untuk memanfaatkan peluang adanya barang yang terhambat," terang Kasan.

Kasan mengungkapkan dampak perang dagang akan mempersulit kedua negara tersebut. Berdasarkan data BP3, ekspor China ke AS akan turun sebesar US$ 5,3 miliar.

Hal serupa juga akan dirasakan oleh AS. Ekspor AS ke China diperkirakan akan turun sebesar US$ 7,9 miliar.

Hilangnya impor tersebut dapat dimanfaatkan oleh Indonesia. Namun, Indonesia masih harus besaing dengan berbagai negara untuk masuk dalam pasar AS dan China.

"Saingan kita terutama negara di Asia Tenggara terutama Malaysia thailand Vietnam, kalau kita ingin memanfaatkan, bagaimana kita bersaing?" jelas Kasan.

Wakil Kepala Bidang Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Kiki Verico menilai daya saing Indonesia masih rendah dalam pasar global. Di tengah perang dagang, Indonesia perlu melakukan impor guna meningkatkan ekspor.

Bahkan impor untuk mendorong ekspor akan lebih besar dari nilai ekspor itu sendiri. Oleh karena itu, impor perlu efisiensi dengan menghitung nilai tambah produk ekspor yang akan dihasilkan.

"Perlu ada impor yang efisien, harus dihitung net ekspornya," ucap Kiki.

Selain itu, Indonesia masih kalah daya saing untuk produk ekspor dengan Vietnam. Oleh karena itu untuk jangka pendek menghadapi perang dagang, Indonesia harus melakukan ekspor ke negara non berkembang dan non tradisional.

Selain itu, Indonesia juga dapat menggenjot sektor lain untuk menarik devisa negara. Kiki menyarankan Indonesia menggenjot sektor pariwisata yang akan berdampak pula pada ekspor nantinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×