kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Reformasi harus dievaluasi


Sabtu, 19 Mei 2018 / 10:46 WIB
Pengamat: Reformasi harus dievaluasi
ILUSTRASI. AKSI KAMISAN PERINGATI REFORMASI


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reformasi akan genap berusia 20 tahun pada 2018. Di era reformasi ini, didapatkan kemajuan dalam kebebasan berpendapat, berbicara dan kebebasan berekspresi. Namun, reformasi masih dianggap perlu dievaluasi kembali.

Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago berpendapat, meski kebebasan menjadi sebuah kemajuan dalam reformasi, belakangan terdapat beberapa kemunduran.

"Ada kekhawatiran kebebasan karena UU ITE yang sulit dan terkadang menjebak mana yang masuk wilayah kritik dan wilayah ujaran kebencian," ujar Pangi kepada Kontan.co.id, Sabtu (19/5).

Pangi mengakui, sebelum reformasi, kebebasan berbicara dan berkumpul tidak dengan bebas dilakukan. Namun, masyarakat tidak kelaparan, sembako pun didapatkan dengan murah. "Sekarang memang berbicara, berserikat dan berkumpul bebas, namun perut rakyat punya problem," tambahnya.

Banyak hal yang disoroti Pangi dalam era reformasi saat ini. Dia bilang, Indonesia sudah mulai kehilangan arah. Padahal, dulu, terdapat Garis Beras Haluan Negara (GBHN). Sementara saat ini Indonesia tidak memiliki arah akan seperti apa puluhan tahun mendatang.

Dia pun melihat dari sisi utang membebani, impor, penegakan hukum, harga kebutuhan pokok yang tinggi, dan subsidi yang belum banyak membantu masyarakt miskin.

Pangi mengatakan, demokrasi Indonesia saat ini baru berada pada pada tatanan level prosedural, belum masuk pada level demokrasi substansial. "Tiap lima tahun terjadi pergantian dan sirkulasi elite secara teratur, setiap tahun pemilu langsung. Namun belum punya korelasi terhadap peningkatan taraf hajat hidup orang banyak ke arah yang lebih baik. Yang terjadi setelah reformasi, harga kebutuhan pokok mahal, rakyat mayoritas hanya berfikir bagaimana untuk bertahan hidup," jelas Pangi.

Pangi mengatakan, negara Indonesia belum juga menunjukkan perbaikan bahkan setelah dilakukan amandemen sebanyak empat kali.

Dia melanjutkan, reformasi jelas membutuhkan kesabaran dan proses. Namun perjalanan reformasi ini sudah perlu dievaluasi, apakah sudah berjalan sesuai trayek kebangsaan atau justru sebaliknya semakin merusak tatanan bernegara

Pangi pun mengatakan, Demokrasi pascareformasi harus bergerak naik kelas ke demokrasi substansial, yaitu demokrasi berbarengan lurus dengan ketahanan negara dan memastikan memperbaiki taraf hidup hajat rakyat yang lebih baik

Pangi pun berpendapat, demokrasi politik pun harus berbarengan atau sejalan dengan demokrasi ekonomi. Nyatanya, setelah reformasi pejabat dan elite yang justru semakin sejahtera. "Yang memilihnya, rakyat, masih belum berubah-ubah nasibnya. Sampai sekarang begitu-gitu saja," ujar Pangi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×