kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengamat: Isu diversifikasi pangan adalah akses ke produk pangan alternatif


Rabu, 12 Desember 2018 / 20:06 WIB
Pengamat: Isu diversifikasi pangan adalah akses ke produk pangan alternatif
ILUSTRASI. MUSIM PANEN


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program diversifikasi pangan yang tengah diupayakan pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kemtan) dinilai masih membutuhkan komitmen yang lebih nyata. Pasalnya, sinergi antara produksi pangan alternatif seperti terigu masih minim dan komitmen serap industri juga sama kecilnya.

Pengamat Pertanian Khudori menyampaikan isu utama dari diverifikasi pangan adalah akses masyarakat pada produk pangan alternatif tersebut.

"Kalau warga didorong makan mocaf, maka produknya harus tersedia, dan harganya kompetitif. Bila dua faktor ini tidak tercapai maka industri mau tidak mau akan cari cara termudah," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (12/12).

Indikator ragam pangan sejatinya bisa dilihat dari meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH) dari 86,0 pada tahun 2016 menjadi 90,4 pada tahun 2017. Tapi pencapaian ini, Khudori nilai masih belum ideal, apalagi mengingat komposisi dietnya.

"Skor PPH kita masih belum ideal, dari sisi sumber energi masih dari sumbangan serealia. Bukan dari umbi-umbian atau yang di luar padi," katanya.

Apalagi terigu juga mendominasi hingga 25% sumbangan diet masyarakat Indonesia secara umum.

Khudori menilai terigu mendominasi sumbangan diet karena minimnya intervensi pemerintah dalam mendorong variasi selain serealia impor ini.

Dari sisi perdagangan, bea impor gandum di-nol-kan. Sedangkan dari sisi perindustrian, tidak ada komitmen massif untuk menyerap alternatif gandum seperti singkong. Dan juga dari pertanian, pengembangan hulu kebun singkong juga minim karena fokus pada komoditas padi jagung kedelai (pajale).

Padahal bila pemerintah tegas dan mengeluarkan keputusan yang benar mendukung diverifikasi pangan, maka antar kementerian bisa diarahkan. "Misal, TKDN kenapa tidak diterapkan dalam industri tepung. Kalau pemerintah membuat mandatori itu, maka pasar akan tercipta," katanya.

Khudori mengakui, pemerintah juga sudah dalam jalur yang baik melalui pengembangan kelompok kawasan rumah pangan lestari (KRPL) lewat Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kemtan) yang dari tahun ke tahun terus meningkat.

Mengutip pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, pihak BKP melaporkan kegiatan KRPL dari tahun 2015-2018 sudah menyentuh 264.420 rumah tangga.

Jumlah kelompok KRPL tahun 2018 meningkat menjadi 8.814 kelompok wanita dibandingkan pada tahun 2017 berjumlah 6.514. Sedangkan pada tahun 2015 hanya terdapat 2.801 kelompok wanita dan tahun 2016 ada 4.824.

"Tapi walau dari sisi kuantitas terus naik tapi mesti dilihat seberapa besar sumbangannya mereka ke pencapaian diversifikasi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×