kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,84   -10,68   -1.14%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah perlu perhatikan sejumlah hal ini sebelum turunkan tarif PPh Badan


Senin, 09 September 2019 / 20:08 WIB
Pemerintah perlu perhatikan sejumlah hal ini sebelum turunkan tarif PPh Badan
ILUSTRASI. Pemerintah perlu perhatikan sejumlah hal ini sebelum turunkan tarif PPh Badan


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah segera memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) bagi perusahaan atau PPh Badan secara bertahap menjadi 20% pada 2023. Wacana tersebut masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian yang menjadi prioritas pemerintah. 

Penurunan tarif PPh Badan ini sejalan dengan yang dilakukan berbagai negara di dunia. Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) mencatat, tren penurunan tarif pajak perusahaan makin gencar di tahun 2000-an.

Baca Juga: Implementasi RUU fasilitas pajak masih lama, pemerintah butuh strategi jangka pendek

Pengamat Perpajakan Danny Darusallam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengatakan, upaya perebutan modal dengan pengurangan beban pajak sudah populer sejak 1970-an. Fenomena kompetisi tarif semakin gencar dengan munculnya yurisdiksi berkategori “tax haven”.

Dalam konteks mengundang investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI), Bawono mengingatkan, Indonesia tak bisa sekadar berlomba menurunkan tarif PPh Badan.

Pasalnya, investor akan menentukan lokasi, besaran, dan skema FDI dengan mempertimbangkan besaran effective tax rate atau beban pajak yang secara aktual diterima oleh investor. 

Effective tax rate, bisa jadi lebih rendah dari tarif PPh Badan yang tercantum dalam undang-undang karena adanya rezim khusus atas suatu transaksi, pembebasan pajak dividen, depresiasi dipercepat, dan sebagainya. 

“Sebagai ilustrasi, dari studi OECD (2019)  effective tax rate secara umum adalah lebih rendah sebesar 1,1% dibandingkan dengan  statutory tax rate,” tutur Bawono. 

Baca Juga: OECD sebut reformasi perpajakan di dunia semakin melambat

Oleh karena itu, Bawono menilai, upaya menggenjot FDI harus lebih difokuskan pada desain effective tax rate yang rendah, termasuk mengubah  cara perhitungan basis pajak dan bukan semata-mata sekedar menurunkan tarif PPh Badan yang berlaku secara umum.

Penurunan tarif PPh Badan demi menggenjot FDI juga memerlukan evaluasi dalam implementasinya ke depan, yaitu apakah benar efektif mendorong masuknya investasi langsung ke dalam negeri.

Apalagi, Bawono mengatakan studi telah menunjukkan bahwa keuntungan perolehan FDI dari penurunan tarif umum PPh Badan lebih terlihat permanen dirasakan oleh negara-negara yang telah lebih dulu menurunkan tarif.

“Negara lain yang ‘latah’ untuk menurunkan tarif PPh Badan umumnya tidak akan secara optimal memperoleh efek limpahan,” tandasnya. 

Baca Juga: Tren penurunan tarif PPh Badan di negara OECD terus berlanjut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×