kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah diminta segera bentuk crisis centre umrah


Minggu, 01 Maret 2020 / 10:25 WIB
Pemerintah diminta segera bentuk crisis centre umrah
ILUSTRASI. Calon jamaah umrah menunggu kepastian untuk berangkat ke Tanah Suci Mekah di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (27/2/2020). Ribuan calon jamaah umroh yang melalui bandara Soetta dipastikan gagal berangkat menuju Tanah Suci Mekah


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa hari lalu, pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan penangguhan pelaksanaan ibadah umrah sebagai upaya untuk mencegah penyebaran wabah virus corona. Menanggapi hal tersebut, Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj meminta agar pemerintah membentuk pusat krisis (crisis centre) untuk ibadah umrah.

Desakan ini muncul lantaran masih belum ada tanda pasti kapan kebijakan ini akan berakhir. Kebijakan ini mengakibatkan ribuan jemaah umrah dari berbagai daerah di tanah air terpaksa harus mengurungkan niatnya untuk berangkat ke tanah suci.

"Belum lagi jemaah yang punya jadwal pemberangkatan beberapa waktu mendatang. Pada saat yang sama, bulan suci Ramadan juga sudah makin dekat di mana antusiasme dan minat umat muslim tanah air menjalankan umrah cukup tinggi, sehingga perlu ada langkah-langkah terukur segera dilakukan," ujar Mustolih dalam siaran pers, Minggu (1/3).

Baca Juga: Komisi VIII DPR: Visa jemaah umrah yang batal berangkat diupayakan gratis

Dia melanjutkan, dalam ketidakpastian seperti sekarang ini, sudah saatnya bagi pemerintah untuk membentuk pusat krisis yang terdiri atas lintas kementerian dan lembaga.

Secara detail, Mustolih mengusulkan agar Kementerian Agama (Kemenag) dapat bertindak sebagai leading sector, serta dibarengi dengan koordinasi bersama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta organisasi penyelenggara jasa umrah.

Pusat krisis ini nantinya berfungsi sebagai pusat informasi untuk memantau dinamika kebijakan terkait dengan ibadah umrah. Tak hanya itu, pusat krisis ini juga memiliki fungsi untuk memantau perkembangan yang terjadi di Arab Saudi, mendata dan menghimpun informasi jemaah umrah dari berbagai travel yang terindikasi batal berangkat ibadah umrah.

Juga, sebagai pusat penyebaran dan pusat kontak informasi jemaah dalam melakukan pengaduan untuk menghindari serta meminimalisasi agar kabar yang diterima tidak simpang siur. "Persoalan pembatalan keberangkatan umrah seharusnya tidak hanya dijadikan sebagai persoalan untung rugi bisnis semata, tetapi yang lebih diprioritaskan adalah menyangkut keselamatan jiwa ribuan jemaah umrah dari ancaman virus corona yang mematikan. Meski pemerintah sampai hari ini bersikeras menyatakan bebas corona, tetapi tidak ada salahnya meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi," papar Mustolih.

Baca Juga: RSPI Sulianti Saroso periksa tiga pasien diduga terinfeksi virus corona

Lebih lanjut, kata Mustolih, fungsi lain dari pusat krisis ini adalah untuk memfasilitasi jemaah yang ingin melakukan pembatalan, meminta pengembalian biaya (refund), ataupun terkait dengan penjadwalan ulang (reschedule) bila situasinya sudah aman dan kondusif.

Pusat krisis ini juga dapat berfungsi sebagai wadah bagi pemerintah untuk merumuskan standard operating procedure (SOP) bila ada kondisi darurat, untuk memfasilitasi jemaah umrah yang sudah terlanjur terbang ke tanah suci, tetapi mengalami persoalan kesehatan maupun kendala lain di negara transit.

Tak hanya itu, pusat krisis pun dapat menjadi sarana pertukaran data maupun informasi bagi penyelenggara jasa umrah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam merespons berbagai keluhan dan persoalan yang mereka hadapi, termasuk merespons aspirasi dari jemaah.

Untuk itulah pusat krisis ini diperlukan agar informasi yang disampaikan kepada publik dapat divalidasi kebenaran dan keakuratannya, apalagi hal ini menyangkut hak masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

Baca Juga: Pemerintah diminta menjamin hak-hak jemaah umrah yang tertunda ke Arab Saudi

"Model crisis centre semacam ini pernah dibentuk oleh pemerintah ketika terjadi gagal berangkatnya ribuan jemaah First Travel beberapa waktu lalu, dengan melibatkan Kemenag, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bareskrim Mabes Polri. Saat itu model ini cukup membantu dan efektif," kata Mustolih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×