kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah daerah diminta tingkatkan partisipasi publik dalam pembentukan perda


Kamis, 15 April 2021 / 13:25 WIB
Pemerintah daerah diminta tingkatkan partisipasi publik dalam pembentukan perda
ILUSTRASI. Seorang petugas membawa papan penyegelan saat penutupan hotel tempat prostitusi daring di Larangan, Kota Tangerang, Banten, Senin (22/3/2021).


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengidentifikasi fenomena pseudo-participation (partisipasi semu) dalam proses pengambilan kebijakan selama 20 tahun perjalanan otonomi daerah. Partisipasi publik dinilai belum maksimal dalam pembentukan suatu kebijakan.

“Pelibatan publik hanya sebatas formalitas. Padahal desentralisasi dan otonomi menjadi struktur kesempatan untuk menciptakan demokratisasi lokal, terutama mendorong tata kelola pemerintahan daerah yang akuntabel, responsif, dan transparan,” ujar Direktur Eksekutif KPPOD Armand Suparman, dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan, Kamis (15/4).

KPPOD mendorong pemerintah daerah untuk lebih melibatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Kebijakan mulai dari perencanaan, evaluasi hingga monitoring evaluasi mesti berdampak positif pada masyarakat.

Kebijakan daerah yang partisipatif harus ditetapkan dalam porsi yang pas dan tepat sehingga dapat menciptakan sumber-sumber pertumbuhan khususnya peningkatan iklim investasi. “Banyak perda bermasalah, muncul karena persoalan pseudo-participation ini,” ucap Armand.

Baca Juga: Kemendagri diminta perkuat pengawasan preventif ranperda

Sementara itu, Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, semakin tahun partisipasi publik semakin baik, namun masih terdapat persoalan rumit.

Seperti kasus korupsi yang semakin meningkat. Kasus-kasus tersebut seputar penyuapan, pengadaan barang dan jasa dan infrastruktur serta dinasti politik yang menguat.

Arya menyebut terdapat beberapa penyebab partisipasi publik tidak jalan di parlemen. Pertama, tidak ada jaminan anggota DPR (insentif politik) untuk terpilih kembali menjadi alasan kenapa anggota dewan malas menjaring partisipasi publik.

Kedua, proses pembuatan perda membutuhkan waktu yang panjang dan ribet, yang membuat motivasi legislative untuk menjaring opini terbatas, sehingga yang banyak dilakukan adalah monitoring kebijakan anggaran.

“Partisipasi dalam UU Pemda sebenarnya dilihat dari pembuatan perda, rancangan kebijakan pembangunan daerah (RKPD/RPJMD), dan setiap daerah punya aplikasi tersendiri dalam penjaringan aspirasi masyarakat,” terang Arya.

Selanjutnya: Pemerintah diminta perkuat pengawasan perizinan berusaha di daerah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×