kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasca putusan MK soal kuasa hukum WP, PMK 229 perlu direvisi


Minggu, 29 April 2018 / 19:11 WIB
Pasca putusan MK soal kuasa hukum WP, PMK 229 perlu direvisi
ILUSTRASI. SPT TAHUNAN PAJAK


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Profesi advokat resmi dapat mendampingi wajib pajak (WP) dalam memberikan bantuan hukum terkait pajak. Hal tersebut seiring terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi no 63/PUU-XV/2017 soal pengujian pasal 32 ayat (3a) UU 28/2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan alias UU KUP.

Dari putusan MK itu juga disimpulkan bahwa seseorang yang memahami masalah perpajakan dapat menjadi kuasa WP. Sebab, menurut MK, adanya batasan bahwa pihak yang benar-benar kompeten di bidang perpajakan adalah konsultan pajak dan karyawan WP, tidak dibenarkan.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyambut positif putusan MK ini. Menurutnya, selama ini PMK 229/2014 juga salah, sebab, mempersempit pemberian kuasa hanya kepada konsultan dan karyawan.

Namun demikian, menurut Yustinus, tetap diperlukan uji kompetensi bagi profesi lain untuk dapat menerima kuasa atas pengurusan pajak. Hal ini untuk memastikan bahwa orang tersebut memahami perpajakan sehingga nantinya juga tidak merugikan WP.

“Harus ada pengaturan lebih lanjut. Kalau tidak ada, maka konsumen atau tax payer bisa rugi. Bisa saja tax payer mendapat konsultan yang salah,” ujarnya di Jakarta, Jumat (27/4).

Manajer Tax Compliance and Litigation Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Ganda Christian Tobing mengatakan, putusan MK ini bisa membuat  pajak sebagai suatu bidang keilmuan akan berkembang. Sebab, ada hak kepada siapa saja yang memiliki kemampuan memahami masalah perpajakan, termasuk mereka yang bukan merupakan anggota dari organisasi profesi tertentu untuk menjadi kuasa WP.

“Memperkenankan lulusan perguruan tinggi jurusan pajak untuk dapat menjadi kuasa WP tanpa harus mengikuti ujian sertifikasi lagi akan menjadi daya tarik orang untuk berprofesi dan menekuni bidang pajak,” ujarnya.

Oleh karena itu, pemerintah perlu segera merevisi PMK No 229/2014 agar menyesuaikan dengan putusan MK. “Putusan MK ini membawa angin segar dan menjadi langkah awal untuk menarik minat masyarakat dan perguruan tinggi lebih mengenal dan mendalami permasalahan pajak,” katanya.

DDTC mengusulkan agar pasca-putusan MK ini, pihak yang bertindak sebagai kuasa WP perlu dikategorikan menjadi tiga jalur, yakni jalur 1 yang sifatnya prioritas, lalu jalur 2 yang sifatnya penyetaraan), dan jalur 3 yang sifatnya penghargaan.

Pihak yang termasuk di jalur 1 adalah yang memiliki ijazah formal baik D3 maupun S1 di bidang perpajakan yang diterbitkan oleh perguruan tinggi negeri atau swasta yang terakreditasi. Sementara, yang termasuk dalam jalur 2 adalah pihak yang diberikan melalui brevet pajak. Dengan demikian, mereka yang memiliki ijazah formal tetapi bukan di bidang perpajakan perlu mengambil ujian sertifikasi konsultan pajak yang diselenggarakan oleh Profesi Konsultan Pajak.

Sementara, jalur 3 diberikan kepada pensiunan pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu). Nantinya, syarat-syarat bisa ditentukan oleh Ditjen Pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×