kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ombudsman sebut surat edaran THR 2021 multitafsir


Rabu, 05 Mei 2021 / 16:24 WIB
Ombudsman sebut surat edaran THR 2021 multitafsir
ILUSTRASI. Ombudsman menilai surat edaran mengenai THR 2021 cenderung multitafsir.


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Ombudsman Republik Indonesia menyambut baik adanya surat  Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021. Namun, Ombudsman menilai surat edaran THR ini multitafsir.

Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan, surat edaran ini di satu sisi bisa dipandang sebagai sebuah ketegasan bahwa perusahaan wajib membayar THR paling lambat 7 hari sebelum hari raya Idul Fitri.

"Tetapi SE ini juga mengatur, memberikan, semacam memberikan keringanan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak mampu," kata Robert dalam konferensi pers, Rabu (5/5).

Menurutnya, terdapat dua hal pilihan atas keringanan ini, dimana tenggang waktu pembayaran THR dilakukan pada H-1, dan pengusaha yang hingga lebaran tidak mampu membayar.

Baca Juga: Makin banyak PNS yang dukung petisi online, mengeluhkan THR kecil

Dengan adanya surat edaran ini pun, Ombudsman menilai ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi.

Pertama, perusahaan akan memenuhi kewajiban mereka untuk membayar THR paling lambat H-7. Kedua, terdapat kelompok perusahaan yang akan membayar THR dari H-7 hingga H-1, serta perusahaan-perusahaan yang bahkan setelah lebaran belum tentu bisa membayar THR,

"Yang ketiga ini penting untuk mendapatkan pengawasan dan pencermatan," tambahnya.

Adapun, dalam surat edaran THR tersebut disebutkan bahwa perusahaan yang tidak mampu membayar THR harus melakukan dialog dengan pekerja dengan melampirkan bukti. Perusahaan yang melakukan kesepakatan dengan pekerja/buruh pun melaporkan kesepakatan tersebut kepada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang ketenagakerjaan paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.

Karena itu, Ombudsman meminta Dinas Ketenagakerjaan di provinsi melakukan fungsi pengawasan dan memantau proses dialog yang berlangsung. Ini untuk memastikan keputusan yang ditetapkan tidak sepihak.

Lebih lanjut, Robert juga mengatakan, dari informasi yang didapatkan dari Kementerian Ketenagakerjaan, hingga 6 Mei nanti proses yang masih berlangsung adalah proses konsultasi atas pengaduan dan informasi yang masuk.

Setelahnya, akan berlangsung kerangka pengawasan dimana hal ini akan berujung pada nota pemeriksaan, dimana nota pemeriksaan ini menjadi dasar seperti apa tindakan selanjutnya,

"Kami berharap ada ketegasan pada pelaku usaha yang tidak mengindahkan kewajiban, karena TRH ini hak buruh, dan kewajiban bagi perusahaan membayar itu," ujar Robert.

Robert juga mengatakan Ombudsman akan terus memantau dan mengawasi proses pembayaran THR ini, khususnya pada proses pengawasan yang dilakukan oleh dinas ketenagakerjaan di provinsi. Dia pun berharap para kepala perwakilan Ombudsman di 34 provinsi membuka posko pengaduan, melakukan observasi dan pengawasan yang insentif.

"Ini baik terhadap perusahaan tapi juga terutama bagi Dinas Ketenagakerjaan di provinsi, untuk kemudian dinas ini menjalankan proses mulai dari konsultasi dan pengawasan hingga h-1. Tidak hanya H-1 saja, tetapi setelah itu mengingat ada kemungkinan sampai setelah lebaran pun akan ada kemungkinan perusahaan tidak membayar," ujar Robert.

Selanjutnya: Tenaga honorer tidak dapat THR Lebaran, mengapa?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×