kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

MK tolak minat Pemkab Kutai Barat urusi listrik


Kamis, 13 Oktober 2016 / 17:27 WIB
MK tolak minat Pemkab Kutai Barat urusi listrik


Reporter: Agus Triyono | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Keinginan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat untuk meminta kembali kewenangan mengurusi listrik dengan menggugat Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ke Mahakamah Konstitusi (MK) kandas. MK dalam sidang putusan yang dilaksanakan Kamis (13/10) menolak gugatan itu.

Dalam putusan yang disampaikan oleh Arief Hidayat, Ketua MK, menyatakan, permohonan yang diajukan oleh Ismail Thomas, Bupati Kutai Barat, FX Yapan, Ketua DPRD Kabupaten Kutai Barat dan Yustinus Dullah, Ketua Presidium Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat tidak bisa diterima. "Pokok permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut, menyatakan, permohonan tidak bisa diterima," katanya Kamis (13/10).

Sebagai catatan, Ismail, Yapan dan Yustinus menggugat Lampiran CC angka 5 pada sub urusan ketenagalistrikan yang terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Lampiran tersebut berisi ketentuan bahwa kewenangan untuk mengurusi listrik, baik penetapan wilayah usaha, penerbitan izin usaha, penetapan tarif, penerbitan izin usaha jasa penunjang listrik dan kewenangan lainnya hanya diberikan kepada pemerintah provinsi dan pusat saja.

Sementara itu, pemerintah kabupaten tidak diberikan kewenangan untuk mengurusi listrik lagi. Halomon Silitonga, kuasa dari ketiga orang tersebut mengatakan, keberadaan ketentuan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum.

Pasalnya, dalam Pasal 5 ayat 3 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, pemerintah kabupaten masih diberikan 12 kewenangan untuk ikut mengurusi listrik. Kewenangan itu antara lain; menetapkan rencana umum ketenagalistrikan daerah kabupaten kota, menetapkan izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk badan usaha yang wilayah usahanya dalam kabupaten kota dan menetapkan izin operasi yang fasilitas instalasinya terdapat di kabupaten kota.

Selain menimbulkan ketidakpastian hukum, ketiga orang tersebut menilai, keberadaan lampiran tersebut merugikan mereka. Akibat ketentuan tersebut, mereka kesulitan dalam membangun pembangkit listrik dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam di Kutai Barat.

Padahal, Kutai Barat saat ini masih mengalami krisis listrik. Baru 30% wilayah Kutai Barat yang mendapat pelayanan listrik. "Untuk menanggulangi masalah tersebut sebenarnya pemerintah kabupaten sudah punya rencana, tapi terhalangi oleh ketidakpastian tersebut," katanya.

I Dewa Gede Palguna, Hakim Konstitusi dalam pertimbangan putusan MK menyatakan, walaupun Pasal 5 ayat 3 UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan mengatur kewenangan pemerintah kabupaten untuk mengurusi listrik, kewenangan tersebut dengan sendirinya hilang oleh berlakunya UU Pemerintah Daerah.

"Pasal 407 UU Pemda menyatakan, saat UU Pemda berlaku, semua peraturan perundangan yang berkaitan langsung dengan daerah wajib mendasarkan dan menyesuaikan dengan pengaturan uu ini," katanya.

Mahkamah kata Palguna, memandang ketentuan Pasal 407 UU Pemda tersebut juga berlaku terhadap Pasal 5 UU Ketenagalistrikan. "Hal ini sejalan dengan asas hukum "Peraturan yang lahir belakangan diutamakan atau mengalahkan peraturan sederajat terdahulu," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×