kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,65   -11,86   -1.27%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menimbang untung rugi penerapan sistem teritorial perpajakan


Selasa, 10 September 2019 / 16:26 WIB
Menimbang untung rugi penerapan sistem teritorial perpajakan
ILUSTRASI. Kantor pelayanan pajak pratama


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Pemerintah berencana menggunakan sistem teritorial untuk pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP).  Langkah tersebut mengubah sistem pajak worldwode yang digunakan saat ini.

Upaya tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. 

Baca Juga: Wajib tahu, pemerintah akan meringankan sanksi bagi wajib pajak yang kurang bayar

Di dalamnya menjelaskan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di luar negeri dan berdasarkan time test masa tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam satu tahun, tidak diperlakukan sebagai subjek pajak dalam negeri (SPDN).

Sementara itu, warga negara asing (WNA) yang masa tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam satu tahun akan digolongkan ke dalam SPDN. 

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Robert Pakpahan mengatakan, WNA bisa menjadi SPDN jika penghasilannya berasal dari Indonesia. Secara umum Robert bilang, perubahan sistem pajak teritorial memberikan kepastian terkait dengan pemajakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP)  baik domestik maupun luar negeri. 

Robert menilai selama ini, terjadi kerancuan terkait dengan penentuan subjek pajak dalam negeri. Untuk itu, dengan sistem teritorial diharapkan pemajakan jadi lebih sederhana.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Yustinus Prastowo menilai, sistem teritorial ini akan memberikan kepastian kepada WNA. Karena selama ini, WNA yang menjadi SPDN langsung berlaku worldwide.

Sehingga aturan yang berlaku saat Ini tidak adil bagi WNA karena ada risiko double tax. Artinya, di negara WNA berasal juga akan dikenai pajak.

Di sisi lain, Yustinus mengatakan, pemerintah perlu merancang sistem teritorial dengan efektif dan efisien. “Untuk perubahan worldwide ke teritorial secara menyeluruh saya kira perlu berhati-hati,” ujar Yustinus kepada Kontan.co.id, Selasa (10/9).

Baca Juga: Inilah poin-poin penting di RUU perpajakan yang baru

Salah satu konsekuensi dalam sistem teritorial, WNI juga bisa jadi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) kalau tinggal di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun. Kata Yustinus, padahal WNI terkait masih berpotensi  berpenghasilan dari Indonesia yang pada akhirnya potensi penerimaan pajak dalam negeri tergerus.




TERBARU

[X]
×