kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Maqdir Ismail & Otto Hasibuan tegaskan bukan kuasa hukum Sjamsul Nursalim di BLBI


Rabu, 19 Juni 2019 / 21:00 WIB
Maqdir Ismail & Otto Hasibuan tegaskan bukan kuasa hukum Sjamsul Nursalim di BLBI


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail dan Otto Hasibuan mengatakan, hingga saat ini hanya ditunjuk untuk menangani perkara perdata Sjamsul Nursalim (SN) yang menggugat auditor BPK I Nyoman Wara terkait hasil audit BPK pada 2017 di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang. Bukan terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). 

"Iya saya sama otto dan lainnya (kuasa hukum perdata). Saya katakan kuasa hukum pidana belum ada sepanjang yang kami tahu," kata Maqdir Ismail di Grand Sahid Jaya, Rabu (19/6). 

Terkait dengan upaya praperadilan, Maqdir mengaku belum bisa memberikan jawaban. Terlebih jika sidang praperadilan termasuk ranah hukum pidana. Sedangkan, dirinya bersama kuasa hukum adalah kuasa hukum perdata dalam perkara gugatan auditor BPK di PN Tangerang.

"Belum bisa dikonfirmasi, apalagi praperadilan ada syarat yang diwajibkan Mahkamah Agung, orangnya harus ada. Dua hal, yang pertama saya bukan kuasa hukumnya (soal perkara di KPK), kedua karena saya belum tahu apa beliau akan menghadapi itu atau tidak," ungkap dia.

Selain itu, Maqdir mengatakan, sebelum berbicara terkait kerugian keuangan negara, semestinya perkara mengenai perdata mesti diselesaikan terlebih dahulu.

"Kalau mau bicara kerugian keuangan negara musti perdata diselesaikan dulu. Persoalan sekarang ini kan kalau seperti yang saya baca di surat dakwaan Syafruddin Arsad Tumenggung (SAT) karena merugikan keuangan negara yang nilainya Rp 4,58 triliun dan seolah-olah ini yang diuntungkan Sjamsul Nursalim," ucap dia.

Lebih lanjut, Maqdir menilai penetapan tersangka SN oleh KPK dinilai tidak berdasarkan perjanjian yang dibuat pemerintah dengan SN dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) pada 21 September 1998.

"Memang kami bisa katakan seperti itu, tapi MSAA itu memberi peluang kalau ada perselisihan antara pemerintah dan penandatangan MSAA itu harus melalui peradilan perdata. Ini pemerintah tidak pernah lakukan ujug - ujug pidana, yang mempidanakan KPK," terang dia.

Selain itu, tim kuasa hukum SN menilai kasus BLBI telah berakhir seiring dengan adanya pemenuhan kewajiban dari SN terkait dengan MSAA (closing MSAA) pada 25 Mei 1999. Tim kuasa hukum juga menilai, kalaupun penanganan kasus BLBI dilakukan saat ini berarti penanganan telah melewati masa kadaluarsa yakni 18 tahun setelah closing MSAA.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penanganan kasus BLBI belum kadaluarsa karena titik krusial terkait kasus ini berada pada tahun 2004.

"Kalau kita hitung kadaluarsa 18 tahun maka 18 tahun itu dihitung sejak 2004 tersebut, dimana Syafruddin Arsyad Tumenggung diduga bersama-sama dengan tersangka yang kita tetapkan saat ini (SN dan istrinya) karena itu KPK yakin proses hukum ini sah dan sesuai hukum acara yang berlaku yang kami lakukan, termasuk belum kadaluarsa tersebut dan itu terhitung sejak SKL itu terbit," tutur Febri kepada wartawan di Gedung KPK, Rabu (19/6).

Seperti diketahui, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2004 mengeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang berisi bahwa SN telah memenuhi kewajiban kepada BPPN terkait dengan MSAA.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×