kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Liput demo tolak omnibus law, sejumlah jurnalis dianiaya polisi, AJI minta usut


Jumat, 09 Oktober 2020 / 14:49 WIB
Liput demo tolak omnibus law, sejumlah jurnalis dianiaya polisi, AJI minta usut
ILUSTRASI. Demonstran melakukan perusakan fasilitas umum Halte Transjakarta Bunderan HI Jakarta, Rabu (07/10/2020). Aksi tolak undang-undang Cipta Kerja yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa dan pelajar berakhir bentrok.


Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat ada tujuh jurnalis menjadi korban kekerasan anggota Polri dalam unjuk rasa tolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Omnibus Law) di Jakarta, Kamis (8/10).

Jumlah tersebut bisa bertambah mengingat saat ini masih dilakukan penelusuran dan verifikasi. Salah satu jurnalis yang terkena tindak kekerasan oleh oknum polisi adalah Tohirin dari CNNIndonesia.com.

Ia mengaku kepalanya dipukul dan ponselnya dihancurkan polisi ketika ia meliput demonstran yang ditangkap kemudian dipukul di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Ketika itu, dia tak memotret atau merekam perlakuan tersebut.

Polisi yang tak percaya kesaksiannya, lantas merampas dan memeriksa galeri ponselnya. Polisi marah ketika melihat foto aparat memiting demonstran, akibatnya, gawai yang ia gunakan sebagai alat liputan itu dibanting hingga hancur, maka seluruh data liputannya turut rusak.

Baca Juga: Ini daftar gubernur yang meminta Presiden Jokowi keluarkan perppu omnibus law

“Saya diinterogasi, dimarahi. Beberapa kali kepala saya dipukul, beruntung saya pakai helm,” kata Thohirin dalam keterangan pers, Jumat (9/10). Ia menyebut telah menunjukkan kartu pers dan rompi bertuliskan "Pers" miliknya ke aparat.

Hal serupa juga dialami Peter Rotti, wartawan Suara.com yang meliput di daerah Thamrin. Ia merekam polisi yang diduga mengeroyok demonstran.

Sontak terduga seorang polisi berpakaian sipil serba hitam dan anggota Brimob menghampirinya. Setelah Peter menolak memberikan kameranya, ia diseret, dipukul, dan ditendang polisi itu, hingga tangan dan pelipisnya memar.

"Akhirnya kamera saya dikembalikan, tapi mereka ambil kartu memorinya," ujar Peter.

Tak hanya kena gebuk, jurnalis yang bertugas di lapangan pun ikut diciduk aparat. Salah satunya adalah Ponco Sulaksono, jurnalis dari merahputih.com.

Pers mahasiswa yang ikut meliout kejadian tersebut pun tak luput dari amukan Polisi. Sejunlah pers mahasiswa dari beberapa universitas ikut diciduk oleh Polisi dan dibawa ke kantor.

Menyikapi kejadian tersebut, AJI Jakarta meminta Polri mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilakukan personel kepolisian terhadap jurnalis dalam peliputan unjuk rasa tolak UU Cipta Kerja, serta menindaklanjuti pelaporan kasus serupa yang pernah dibuat di tahun-tahun sebelumnya.

AJI Jakarta juga mengimbau pimpinan redaksi ikut memberikan pendampingan hukum kepada jurnalisnya yang menjadi korban kekerasan aparat sebagai bentuk pertanggungjawaban. Para jurnalis korban kekerasan pun intimidasi aparat diimbau agar berani melaporkan kasusnya.

"Kami juga mendesak Kapolri membebaskan jurnalis dan jurnalis pers mahasiswa yang ditahan," tulis Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani dalam siaran pers.

Selanjutnya: Anies: 20 halte rusak dan kerugian lebih Rp 55 miliar dampak demo anarkistis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×