kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KSBSI menilai SE Menaker hanya himbauan, upah minimum 2021 diharapkan tetap naik


Selasa, 27 Oktober 2020 / 21:37 WIB
KSBSI menilai SE Menaker hanya himbauan, upah minimum 2021 diharapkan tetap naik
ILUSTRASI. Sejumlah buruh berunjuk rasa. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyampaikan bahwa, surat edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) mengenai upah minimum tahun 2021 tetap sama dengan 2020 hanya sebatas himbauan yang bisa dilakukan atau tidak oleh kepala daerah.

Namun yang dikhawatirkan ialah jika terdapat kepala daerah yang kemudian menjadikan SE tersebut sebagai acuan dalam penerapan upah minimum 2021.

Dengan tidak naiknya upah minimum tahun depan disebut Elly tentu akan berdampak pada daya beli masyarakat terutama para pekerja dan buruh. Padahal Elly menjelaskan perekonomian nasional ditopang 55% - 60% dari konsumsi nasional. Maka dengan tidak naiknya upah minimum tentu akan berpengaruh pada ekonomi.

"Kalau nggak ada kenaikan upah ini ekonomi kita akan jadi anjlok karena tidak ada lagi daya beli. Tingkat konsumsi kita akan turun akhirnya pertumbuhan ekonomi ini juga," kata Elly saat dihubungi Kontan.co.id pada Selasa (27/10).

Namun Elly mengakui jika kenaikan upah minimum tak dapat dipukul rata jumlahnya. Melihat kondisi saat ini kemungkinan akan ada sektor usaha yang mampu menetapkan kenaikan upah hingga 8% atau bahkan tidak capai 8%. Elly menambahkan paling tidak tahun depan ada kenaikan upah minimum 2% hingga 3%.

"Ya jangan dipukul rata 8%, kalau sektor kayak pariwisata transportasi hotel restoran itukan terdampak sekali, tapi ada juga sektor yang dia berkali lipat kenaikan saat pandemi seperti farmasi, kesehatan, saya dengar juga pertambangan tidak terdampak itu mungkin bisa 8%. Jadi kenaikan jangan pukul rata," imbuhnya.

Baca Juga: OPSI usulkan kenaikan upah 1,5%-2% sebagai jalan tengah

Jika memang dirasa perusahaan tidak dapat melakukan kenaikan upah di tahun depan disebut Elly juga masih ada solusi lain. Seperti transparansi akan cashflow perusahaan kepada pekerja dan juga bisa mengajukan penundaan pada tahun berikutnya.

"Kalau emang ngga bisa menaikkan kan ada persyaratan yang bisa menunda upah juga tahun depan bisa dibayar. Masih banyak kok opsi, jadi jangan dipukul rata semuanya tidak naik itu tidak adil," tegas Elly.

Maka Elly mengatakan para buruh dan pekerja di daerah harus berjuang agar kepala daerahnya tidak mengacu pada SE Menaker tersebut dan tetap menaikkan upah minimum di daerahnya. Jika upah tidak naik di tahun depan disebut Elly hanya akan menambah masalah selain adanya omnibus law cipta kerja dan pandemi Covid-19.

"Jadi antisipasi kadang ada juga kepala daerah yang nakal jadi SE buat acuan. Jadi serikat buruh/pekerja harus berjuang, banyak kok gubernur yang ngga pakai SE buat acuan, seperti sebelumnya ada juga gubernur yang naikkan lebih dari 8%," ujarnya.

Namun Elly menekankan dengan tidak naiknya upah minimum justru akan membuat imbas pada banyak hal, mulai dari daya beli menurun hingga berdampak pada perekonomian, penerimaan pajak, hingga jaminan sosial.

"Pengaruh juga kesemuanya termasuk juga pekerja informal juga yang selama ini sudah menerima bantuan iuran BPJS Kesehatan, ini akan menjadi masalah. Saya nggak tahu apakah pemerintah sudah memikirkan ini atau tidak," tutur Elly.

Selanjutnya: Menaker Ida sebut SE penetapan upah minimum tahun 2021 sebagai jalan tengah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×