kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini yang harus dilakukan Indonesia di tengah perang dagang versi tim ekonomi Mandiri


Rabu, 31 Oktober 2018 / 20:57 WIB
Ini yang harus dilakukan Indonesia di tengah perang dagang versi tim ekonomi Mandiri
ILUSTRASI. Suasana terminal kendaraan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk


Reporter: Martyasari Rizky | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang bersamaan dengan pengetatan moneter global telah menjadi tantangan terbesar bagi negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia.

Raksasa ekonomi dunia, AS dan China dengan masing-masing memiliki 23,3% dan 16,1% porsi dari GDP dunia, tentunya dapat berdampak serius bagi banyak negara.

Mengutip hasil riset Tim Ekonom Mandiri dengan judul 'Improving Trade Balance under the US China Cross Fires', Rabu (31/10) menyebutkan mungkin bakal lebih berdampak bagi Indonesia, karena AS dan China merupakan pasar ekspor terbesar Indonesia, yang masing-masing menyumbang 11,20% dan 13,9% pada tahun 2017.

Dampak perang dagang tentunya dapat mempengaruhi negara-negara pihak ketiga, secara langsung ataupun tidak langsung. Contoh yang sudah jelas adalah kacang kedelai, yang telah dikenakan tarif di China.

Terkait hal tersebut, Indonesia perlu melakukan negosiasi perdagangan bilateral yang lebih ketat ke negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan Indonesia, seperti halnya China dan Australia.

Selain itu, Indonesia juga harus mengakui negara-negara yang memiliki defisit perdagangan yang besar dengan Indonesia, di sini seperti halnya India, yang membatasi Crude Palm Oil (CPO) dari Indonesia.

Untuk meningkatkan neraca perdagangan Indonesia, tim ekonom mandiri percaya bahwa kebijakan terbaiknya adalah dengan mempromosikan ekspor. Karena untuk kebijakan ini biasanya membutuhkan perspektif jangka panjang.

Beberapa peluang untuk memperluas ekspor ialah, yang mendorong kapasitas yang kurang dimanfaatkan dari beberapa industri, seperti halnya otomotif, tekstil, dan kayu lapis.

"Dalam jenis industri seperti ini, agenda utamanya adalah menemukan pasar baru untuk produk tanpa perlu melakukan investasi tambahan. Seperti beberapa industri yang kurang dimanfaatkan oleh orientasi pasar domestik yang mungkin dapat diberdayakan kembali guna mengurangi impor. Misalnya, kilang minyak, petrokimia, serta besi dan baja," tulis tim Ekonom Mandiri.

Asal tahu, saat ini AS dan China telah mengambil kebijakan tarif timbal balik untuk membatasi impor dari satu sama lain.

Kebijakan tarif impor terbaru adalah pada bulan September 2018, di mana AS meluncurkan daftar produk yang ditagih dengan tarif baru yang menargetkan impor US$ 200 miliar dari China.

Demikian pula, China membalas dengan tarif baru yang menargetkan impor US$ 60 miliar dari AS

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×