kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini respon eks bos Bank DKI pasca jadi tersangka


Kamis, 02 Februari 2017 / 18:01 WIB
Ini respon eks bos Bank DKI pasca jadi tersangka


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Meski masih menunggu pelimpahan perkara ke pengadilan, kuasa hukum eks Direktur Utama Bank DKI Eko Budiwiyono dan eks Direktur Pemasaran Korposasi Bank DKI Mulyatno Wibowo merasa keberatan atas penetapan tersangka yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta terhadap keduanya.

Sebelumnya, pada 17 Januari 2017 Kejati DKI telah menetapkan enam tersangka dugaan pemberian kredit fiktif ke PT Likotama Harum dan PT Mangkubuana Hutama Jaya sebesar Rp 268 miliar. Selain Eko dan Mulyatno, empat tersangka lainnya adalah Gusti Indra Rahmadiansyah mantan Pimpinan Divisi Resiko Kredit, Group Head Kredit Komersial Korporasi Bank DKI Dulles Tampubolon, Account Officer Korporasi Bank DKI Hendri Kartika Andri, dan pemilik PT Likotama Harum, Supendi.

Menurut Arman Hanis, kuasa hukum Eko dan Mulyatno kasus yang melibatkan keduanya terkait kredit macet PT Likotama Harum dan PT Mangkubuana Hutama Jaya itu bukan lah perkara tindak pidana korupsi. Melainkan, murni kasus perdata yang saat ini Bank DKI masih melakukan proses eksekusi lelang jaminan. "Sehingga belum dapat dipastikan adanya kerugian negara," ungkap dia kepada KONTAN, Kamis (2/2).

Apalagi dalam mengambil keputusan persetujuan kredit itu, tidak hanya dilakukan oleh Eko dan Mulyatno tapi ada tahap rapat komite yang anggotanya merupakan seluruh direksi. Sebelum rapat pun, permohonan kredit melalui serangkaian pemeriksaan dan audit dari divisi terkait dan berakhir di bagian kepatuhan.

Jika ada baik hal-hal dan syarat uang tidak memenuhi persyaratan maka wajib bagi bagian kepatuhan untuk memberikan catatan atau tanggapan agar permohonan kredit tidak diajukan ke dalam rapat komite. Serta dalam rapat komite juga tidak akan menyetujui permohonan kredit tersebut.

"Lalu mengapa hanya klien kami berdua yang dijadikan tersangka padahal dalam mengambil keputusan harus disetujui oleh seluruh anggota komite kredit," tambah Arman. Selanjutnya, pihaknya akan menyampaikan dan membuktikan hal tersebut bahwa Eko dan Mulyatno tidak bersalah.

"Seharusnya sih bebas ya, apalagi klien kami saat kooperatif dalam menjalani pemeriksaan di Kejati. Kami keberatan atas penahanan dan status tersangka itu," tegasnya.

Asal tahu saja, kredit Rp 230 miliar itu dikucurkan untuk pinjaman pembangunan jembatan Selat Rengit, Riau; pembangunan pelabuhan kawasan Dorak, Selat Panjang, Riau; pembangunan gedung Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kebumen; dan pengadaan konstruksi bangunan sisi utara di Kabupaten Paser, Kalimantan. Namun, ternyata pengerjaan proyek tidak dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut.

Kasus tersebut membuat kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) Bank DKI meningkat tajam. Terbukti pada tiga bulan pertama di tahun 2015 NPL Bank DKI hampir mencapai 5%. Padahal di 2014 di periode yang sama, NPL Bank DKI hanya mencapai 2%.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Waluyo pun mengatakan saat ini perkara masih dalam tahap kelengkapan dakwaan untuk dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×