kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini pertimbangan Kemkeu ajukan PK swastanisasi air


Selasa, 08 Mei 2018 / 17:05 WIB
Ini pertimbangan Kemkeu ajukan PK swastanisasi air
ILUSTRASI. Ilustrasi Palu Hakim_Simbol Hukum dan Keadilan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada 22 Maret 2018, Kementerian Keuangan (Kemkeu) mengajukan ikhtiar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung 31 K/Pdt/2017 soal swastanisasi air di Jakarta.

Kepala Biro Bantuan Hukum Kemkeu Tio Serepina Siahaan menyatakan, alasan PK diajukan adalah terkait masuknya PAM Jaya sebagai pihak tergugat. Nah kata Tio hal tersebut tak sesuai prosedur gugatan Citizen Law Suit (CLS) yang dilayangkan.

"Karena dari sisi legal standing kami melihat gugatan tidak memenuhi syarat. CLS hanya boleh diajukan kepada penyelenggara negara. Sedangkan gugatan tak hanya diajukan kepada Pemerintah tapi juga kepada perusahaan swasta, dalam hal ini pihak mitra pengelola air minum di Jakarta," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (7/5).

Gugatan CLS, dijelaskan Tio hanya dapat diajukan kepada penyelenggara swasta. Sebab tujuannya guna mengoreksi penyelenggaraan negara.

Ia menambahkan, bahwa dalam gugatannya pemohon kasasi mengajukan pembatalkan kontrak antara pemerintah dengan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra. Perusahaan swasta yang melakukan pengelolaan air di Jakarta.

"Mungkin karena itu swasta ditarik untuk tunduk pada putusan. Tapi justru tidak memenuhi karakter CLS," jelasnya.

Pun dalam berkas memori PK yang diperoleh Kontan.co.id, dari empat keberatan yang diajukan Kemkeu atas putusan tersebut, semuanya menyasar soal prosedur gugatan. Tak ada aspek substantif yang disinggung.

Pertama, soal CLS yang dinilai tak tepat karena memasukkan pihak swasta jadi tergugat. Kedua, pertimbangan Judex Juris Mahkamah Agung melampaui gugatan CLS, Di mana dalam amar putusannya disebut pengelolaan air kepada swasta adalah perbuatan melawan hukum.

Ketiga, masih dalam pertimbangan Judex Juris, Mahkamah Agung dinilai khilaf dan keliru, lantaran surat kuasa pemohon kasasi dinilai Kemkeu cacat hukum. Sebab perlu surat kuasa khusus, dan tak memenuhi syarat formil Surat Edaran Mahkamah Agung 6/94 soal surat kuasa.

Empat, putusan MA tersebut dinilai dianggap Kemenkeu mencampuradukan perkara perdata dan tata usaha negara. Sebab Support Letter yang turut jadi objek gugatan merupakan objek tata usaha negara.

Mengingatkan, pada 10 April 2017, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KSMMAJ). Dalam amar putusannya, pemerintah dinilai bersalah lantaran menyerahkan pengelolaan air di Jakarta kepada pihak swasta. Dalam hal ini adalah PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra.

Dalam amar putusan kelimanya, pemerintah juga diminta untuk menghentikan swastanisasi air, mengembalikan pengelolaan air di Jakarta sesuai Perda 13/1992.

Dan terakhir melaksanakan pengelolaan Air Minum di Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai hak asasi atas air sebagaimana tertuang dalam Pasal 11 dan 12 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi melalui UU 11/2005 Jo. Komentar Umum Nomor 15 Tahun 2002 Hak Atas Air Komite Persatuan Bangsa-Bangsa Untuk Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×