kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini kata pakar soal kepailitan BUMN


Rabu, 26 September 2018 / 22:14 WIB
Ini kata pakar soal kepailitan BUMN
ILUSTRASI. Ilustrasi Opini - Pailit, Siasat atau Juru Selamat


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketentuan soal kepailitan terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sejatinya tak berbeda dengan perusahaan pada umumnya, termasuk soal pemberesan aset. Namun, beberapa BUMN yang pernah dinyatakan pailit, tidak ada yang pernah sampai pada proses pemberesan aset.

Pakar hukum kepailitan Ricardo Simanjuntak mengatakan, perlakuan yang sama kepada BUMN tersebut mengacu kepada UU 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

"Memang ada pengecualian untuk BUMN yang berstatus Perum karena kepemilikan penuh dari negara. Sementara yang berstatus persero ketentuannya sama saja dengan swasta. Karena kepemilikan negara terbagi atas saham-saham," katanya saat dihubungi Kontan,co.id, Rabu (26/9).

Lantaran tak berbeda, Ricardo bilang ketentuan soal pemberesan aset pun serupa. Dalam arti, ketika BUMN pailit, maka kepengurusan perusahaan merupakan kewenangan kurator. Direksi, Komisaris, sekalipun pemerintah tak lagi berhak, sehingga semua tindak tanduk perusahaan harus seizin kurator.

Meski demikian, Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) mencatat, bahwa sepanjang kasus kepailitan BUMN di Indonesia, tidak ada yang berakhir hingga proses pemberesan aset. Alasannya, putusan pailit di pengadilan niaga kerap kandas di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali.

"Dari catatan kepailitan di Indonesia setidaknya ada tiga BUMN yang pernah dinyatakan pailit, PT Dirgantara Indonesia (persero); PT Iglas (persero); dan PT Istaka Karya (Persero). Tapi status kepailitannya dibatalkan entah di tingkat kasasi, maupun peninjauan kembali," katanya kepada Kontan.co.id.

Status pailit Dirgantara dicabut pada tingkat kasasi, sedangkan Iglas, dan Istaka di tingkat Peninjauan Kembali. 
Sementara dalam UU 37/2004 opsi kasasi dan kepailitan memang terbuka bagi para pihak guna menganulir putusan di pengadilan niaga. 

Catatan saja, dalam perkara kepailitan dan PKPU, tak mengenal upaya banding di pengadilan tinggi.

Nah, ikhtiar kasasi ini pula yang tengah disiapkan Kementerian BUMN terkait PT Kertas Leces (persero) yang Rabu (25/9) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya.

Sumber Kontan.co.id, seorang pejabat eselon I di Kementerian BUMN bilang, upaya memang diupayakan guna mencegah pemberesan aset tadi.

"Sebenarnya akan lebih mudah jika dilakukan pemberesan aset memang, karena sudah sakit ya tinggal dijual-jual saja. Tapi karena ini ada aset negara, kami berkewajiban melindunginya," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (26/9).

Meski demikian, jika kelak telah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah), sumber tersebut bilang akan mengikuti ketentuan. Termasuk soal pemberesan aset yang jadi kewenangan kurator.

Sekadar informasi, Kertas Leces jatuh pailit akibat gugatan pembatalan perdamaian (homologasi) yang diajukan karyawannya. Mereka menggugat sebab Leces belum juga memenuhi kewajibannya ihwal gaji dan pesangon senilai Rp 15,8 miliar sebagaimana perdamaian pada proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dijalani Leces sebelumnya.

PKPU Leces berakhir homologasi pada 18 Mei 2015. Berdamai, Leces harus merestrukturisasi utang-utangnya senilai total Rp 2,12 triliun dari 431 kreditur. Rinciannya tagihan preferen (prioritas) senilai Rp 747,861 miliar, separatis (dengan jaminan) senilai Rp 1,154 triliun, dan konkuren (tanpa jaminan) senilai Rp 222,735 miliar.

Sementara dari isi rencana perdamaian, nilai tagihannya Leces sejatinya bisa direstrukturisasi hampir 50% sehingga menyisakan kewajiban Rp1,11 triliun. Meski akhirnya hal ini juga tak terpenuhi, dan Leces jatuh pailit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×