kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Impor turun, pajak impor diperkirakan melandai


Kamis, 16 Januari 2020 / 15:14 WIB
Impor turun, pajak impor diperkirakan melandai
ILUSTRASI. Pelayanan pajak di kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun 2019, impor tercatat turun. Meski ini membuat defisit neraca perdagangan membaik, kinerja impor yang turun berdampak terhadap penurunan penerimaan pajak atas impor. Tren ini diprediksi akan berlanjut mengingat aksi pemerintah yang berusaha kembali menekan impor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) realisasi impor sepanjang Januari-Desember 2019 sebesar US$ 170,72 miliar. Lebih rendah US$ 18 miliar terhadap realisasi tahun sebelumnya senilai US$ 188,71 miliar. 

Sementara itu, dari sisi penerimaan pajak atas impor di dua komponen terpantau tumbuh negatif. Pertama, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor sepanjang tahun lalu membukukan penerimaan sebesar Rp 53,66 triliun, kontraksi 1,9% year on year (yoy). Kedua, pada tahun lalu, realisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor senilai Rp 171,3 triliun, kontraksi 8,1% secara tahunan.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, tren penerimaan pajak atas impor pada dasarnya dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas terutama minyak dan gas (Migas), sebab sumbangsih impor migas paling tinggi. 

Tahun lalu, harga minyak global berada dalam tren penurunan, sementara kebutuhan impor Migas tertekan akibat implementasi biodisel 20% (B20).

Maka dari itu, Prastowo menilai memang seharusnya pajak impor tidak boleh menjadi andalan penerimaan pajak. Dengan kondisi impor yang tertekan semestinya kinerja penusahaan atau wajib pajak (WP) Badan tumbuh dan profitabilitas semakin menanjak. Setali tiga uang, PPh Badan selayaknya menjadi substitusi dari penerimaan pajak impor yang masih bisa terkontraksi di tahun 2020.

Dalam hal ini, profitabilitas korporasi berbasis migas dan minyak sawit atau crude palm oil (CPO) diharapkan memberikan kontribusi lebih baik di tahun ini. Apalagi pemerintah tahun lalu banyak memberikan relaksasi pajak berupa insentif tax allowance, tax holiday, hingga restitusi pajak.

“Perusahaan yang mendapatkan fasilitas perpajakan, profitnya harus tinggi. Tapi, memang harus ada extra effort otoritas pajak dengan pengawasan kepada WP Badan. Kemudian tak lupa memperluas basis pajak dengan meningkatkan jumlah pengusaha kena pajak (PKP),” kata Prastowo kepada Kontan.co.id, Kamis (16/1).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×