kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ICAEW: PDB Indonesia bakal tumbuh di atas rata rata kawasan ASEAN


Kamis, 07 Juni 2018 / 20:17 WIB
ICAEW: PDB Indonesia bakal tumbuh di atas rata rata kawasan ASEAN
ILUSTRASI. Pekerja Beraktivitas Pada Pembangunan Gedung


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perekonomian Asia Tenggara diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang lebih melambat pada tahun 2018, meskipun mengalami awal yang kuat untuk tahun ini.

Menurut laporan ICAEW Economic Insight: South-East Asia terbaru, pertumbuhan di Kawasan ini diperkirakan akan mencapai 4,9% dari 5,3% di 2017, sebagai hasil dari pertumbuhan ekspor yang moderat di seluruh kawasan dari akselerasi yang tajam pada tahun 2017.

Tidak seperti AS dan Eropa, Asia memiliki awal 2018 yang menjanjikan, dengan ekonomi Asia Tenggara yang berkembang sebesar 5,2% year on year (yoy), sedikit lebih lemah dari kuartal sebelumnya, yaitu 5,3%.

Singapura dan Filipina keduanya mencatat percepatan pertumbuhan produk domestic bruto (PDB), sementara momentum menurun di Vietnam, Thailand, Indonesia dan Malaysia, meskipun pertumbuhan di negara-negara ini tetap di atas rata-rata pada tahun 2012/16.

Sian Fenner, ICAEW Economic Advisor & Oxford Economics Lead Asia Economist, mengatakan pertumbuhan ekspor di seluruh negara diperkirakan akan menurun dari performa yang kuat di tahun 2017 lalu, hal ini mencerminkan permintaan impor Tiongkok yang lebih dikit dan normalisasi dalam siklus elektronik global.

"Kami memperkirakan penurunan moderat dalam pertumbuhan PBD Asia Tenggara menjadi 4,9% pada 2018. Perlambatan diperkirakan akan meluas, dan hanya Indonesia yang tumbuh lebih cepat dari tahun 2017," ujarnya dalam siaran pers, Kamis (7/6).

Walaupun Manufacturing Purchasing Managers Index (PMI) regional sebagian besar tetap ekspansif, namun tetap menurun pada bulan April yang menunjukkan berkurangnya momentum aktvitas. Tren serupa telah terbukti dalam data perdagangan terakhir yang menunjuk pada perlambatan pertumbuhan ekspor.

Di sisi lain, penurunan dalam perdagangan global kemungkinan tidak akan terjadi - meskipun ada risiko penurunan dari friksi perdagangan AS-China. Memang, walau friksi telah meningkat baru-baru ini, skenario yang paling mungkin adalah AS memberlakukan tarif sebesar 25% pada sekitar US $50 miliar impor China dan China membalas serupa.

Hal ini setara dengan sekitar 0,4% dan 0,2% dari PBD China dan PBD AS masing-masing, dan mengurangi pertumbuhan PBD China sekitar 0,1 ppt pada 2018-19, dengan dampak yang lebih kecil di AS. Melihat hal itu, Mark Billington, Direktur Regional ICAEW Asia Tenggara, menambahkan kemungkinan besar pemberlakuan tarif masih dapat diatasi.

"Perdagangan intra-regional yang lebih besar dan peningkatan kontribusi permintaan domestik terhadap PDB akan melindungi pertumbuhan Asia sampai taraf tertentu. Namun, ketegangan ekonomi yang lebih luas dan persaingan antara AS dan China memang tengah meningkat, dengan implikasi jangka panjang yang serius, terutama di bidang teknologi," tambahnya.

Di sisi domestik, prospek tetap positif. Kondisi pasar tenaga kerja yang membaik serta meningkatnya upah di banyak negara Asia Tenggara akan menjadi pertanda baik untuk konsumsi.

Momentum dari pemulihan yang kuat dalam investasi swasta (tidak termasuk konstruksi) di sebagian besar negara Asia Tenggara pada tahun 2017 diperkirakan sebagian akan berpindah ke tahun 2018.

Pengecualian untuk hal ini adalah kewaspadaan untuk investasi di Malaysia menyusul kemenangan pemilu baru-baru ini oleh partai koalisi Mahathir dan peninjauan ulang yang direncanakan atas semua proyek infrastruktur yang besar.

Sebagian besar bank sentral Asia Tenggara telah mulai mengetatkan kebijakan moneter. Hal ini akan menyebabkan biaya pembayaran utang yang lebih tinggi. Namun, suku bunga perlu naik jauh lebih cepat daripada proyeksi kami saat ini untuk utang dapat secara bermakna merusak pertumbuhan di seluruh negara.

Sebaliknya, mengingat tekanan inflasi yang terkandung, sebagian besar bank sentral diperkirakan akan pasif untuk sisa tahun ini dengan tingkat suku bunga yang tertinggal dari Federal Reserve AS. Di sisi lain, ada risiko lokal bahwa Indonesia akan menaikkan suku bunga lagi untuk mendukung rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×