kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,20   -16,32   -1.74%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gapki: Inpres 5/2019 tak terlalu berpengaruh terhadap industri sawit


Rabu, 21 Agustus 2019 / 18:09 WIB
Gapki: Inpres 5/2019 tak terlalu berpengaruh terhadap industri sawit
ILUSTRASI. Eddy Martono, Ketua Bidang Tata Ruang dan Agraria Gapki


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

Melalui aturan tersebut, akan dilakukan penghentian pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut yang berada di hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi yang meliputi hutan produksi terbatas, hutan produksi biasa atau tetap, dan hutan produksi yang dapat dikonversi, serta areal penggunaan lain sebagaimana tercantum dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian lzin Baru.

Meski begitu, Ketua Bidang Agraria dan Tata Ruang Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menganggap adanya aturan baru ini tidak terlalu berpengaruh pada industri sawit pasalnya penerapan penundaan pemberian izin baru sudah dilakukan jangka waktu yang cukup lama.

Baca Juga: APHI sebut Inpres 5/2019 dorong perusahaan intensifikasi lahan

"Moratorium sudah lama dari 2011 bahkan diperpanjang lagi oleh presiden Joko Widodo di 2017, kemudian dibuat permanen. Artinya, bahwa sebenarnya tidak ada izin-izin baru, hanya menyelesaikan izin yang sudah ada. Karena sudah lama, jadi tidak berpengaruh terhadap industri sawit," tutur Eddy, Rabu (21/8).

Dalam aturan ini, penghentian pemberian izin juga berlaku di Areal PEnggunaan Lain (APL). Eddy meminta supaya ada proses tukar menukar areal APL yang memang berdasarkan peta indikatif tutupannya masih bagus dengan Hutan Produksi Konversi (HPK) yang sudah tidak memiliki tutupan lagi. "Paling tidak areal ini dapat digunakan untuk plasma, bukan untuk perusahaan," ujar Eddy.

Eddy menambahkan, masih ada perusahaan yang belum mempunyai plasma, terutama yang perusahaan yang memegang izin lama. Padahal, perusahaan terus dituntut untuk wajib membangun kebun masyarakat.

Baca Juga: Jokowi bagikan 2.706 sertifikat tanah di NTT hari ini

"Sedangkan Hutan Produksi yang dapat dikonversi atau HPK saja sekarang tidak diperbolehkan, alangkah lebih baik itu ditukar dengan APL apabila HPK tutupannya tidak bagus lagi," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×