kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Faisal Basri sebut untuk capai pertumbuhan ekonomi 7% tak perlu lewat Omnibus Law


Jumat, 09 Oktober 2020 / 18:47 WIB
Faisal Basri sebut untuk capai pertumbuhan ekonomi 7% tak perlu lewat Omnibus Law
ILUSTRASI. Faisal Batubara atau lebih dikenal sebagai Faisal Basri adalah ekonom dan politikus asal Indonesia.


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Senior Institute for Development of Economics (Indef) Faisal Basri menyebutkan salah satu alasan utama pemerintah mengesahkan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja adalah untuk memacu investasi agar tercipta lebih banyak lapangan kerja.

Ia mengatakan, investasi itu mengacu pada pembentukan modal tetap bruto yang berwujud (investasi fisik), tidak termasuk investasi finansial seperti saham dan obligasi. Pembentukan modal tetap bruto merupakan salah satu komponen dalam produk domestik bruto (PDB).

Namun kenyataannya investasi di Indonesia tumbuh cukup tinggi dibandingkan dari China, Malaysia, Thailand, Afrika Selatan, dan Brazil serta hampir sama dengan India.

“Karena pertumbuhan investasi lumayan tinggi itulah membuat porsi investasi dalam PDB terus meningkat, bahkan lebih tinggi ketimbang rerata negara berpendapatan menengah-bawah maupun kelompok negara berpendapatan menengah-atas,” tandas Faisal Basri dalam keterangan blog-nya, Jumat (9/10).

Baca Juga: Faisal Basri nilai pemerintah berjudi dengan UU Cipta Kerja

Faisal juga mengatakan, porsi investasi dalam PDB Indonesia telah mencapai rekor tertinggi justru tercapai pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.

Sehingga menurutnya, nyata sekali bahwa Presiden telah keliru mengatakan bahwa investasi Indonesia terhambat dan kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan “tidak nendang”.

“Alasan keliru inilah yang membuat Presiden mencari jalan pintas atau terobosan dengan mengajukan jurus sapu jagat Omnibus Law Cipta Kerja. Kalau landasannya keliru, maka Omnibus Law tak memiliki pijakan kuat,” jelasnya.

Sehingga, lahirnya kekeliruan itu menghadirkan pandangan bahwa salah satu penghambat investasi adalah keberadaan dan sepak terjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Oleh sebab itu KPK harus dilemahkan.

Baca Juga: Airlangga: Peningkatan kasus Covid-19 tak terkait dengan penyelenggaraan pilkada

“Padahal, yang paling membuat pening kepala para investor adalah korupsi dan birokrasi pemerintahan yang tidak efisien. Sedangkan urusan ketenagakerjaan berada urutan kesebelas. Alih-alih memperkuat posisi KPK, malahan KPK dilemahkan,” tegasnya.




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×