kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonomi Tiongkok melambat, Gubernur BI: Indonesia harus tarik investasi


Senin, 04 Maret 2019 / 17:09 WIB
Ekonomi Tiongkok melambat, Gubernur BI: Indonesia harus tarik investasi


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak hanya perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS), perlambatan ekonomi Tiongkok juga dapat menekan ekspor Indonesia. Apalagi, Tiongkok masih mejadi salah satu pangsa pasar ekspor komoditas terbesar.

"Kalau ekonomi Tiongkok turun, permintaan ke komoditas juga turun," jelas Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam acara memperingati hari jadi RSM Indonesia di Hotel Dharmawangsa, Senin (4/3).

Kendati demikian, Perry mengingatkan dari perlambatan ekonomi Tiongkok, Indonesia dapat mengambil keuntungan. Indonesia justru perlu menarik para investor untuk melakukan relokasi dari Tiongkok ke Indonesia.

Perry memberi contoh saat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan Jepang sekitar tahun 1980-an. Saat itu Jepang juga melakukan relokasi ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. "Justru yang tadi ekspor nikel dengan tanahnya, batubara dengan tanahnya, kita tarik mereka untuk membangun smelter untuk value added," ujar Perry.

Perry juga menjelaskan upaya yang dapat dilakukan adalah membangun kawasan ekonomi khusus, sebab investor lebih senang merelokasi usahanya di kawasan tersebut. Hal ini juga sekaligus dapat menarik investasi langsung alias PMA atau FDI. Pun sekaligus membantu pemerataan pertumbuhan ekonomi di kawasan di luar Jawa yang selama ini bergantung pada komoditas mentah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), negara tujuan ekspor non-migas terbesar Indonesia adalah Tiongkok, Amerika Serikat dan Jepang dengan porsi 35,90%. Ekspor non-migas ke Tiongkok mencapai 15%, meningkat dari tahun 2017 yang tercatat 13,95%. Sedangkan ke AS sebanyak 10,87%, turun bila dibanding tahun 2017 yag mencapai 11,19%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×