kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom CORE: Masih terlalu dini untuk bilang kinerja manufaktur sudah kembali normal


Senin, 01 Februari 2021 / 19:31 WIB
Ekonom CORE: Masih terlalu dini untuk bilang kinerja manufaktur sudah kembali normal
ILUSTRASI. Seorang buruh memakai masker saat melakukan pekerjaannya, Senin (1/6/2020). REUTERS/Kham


Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks manufaktur Indonesia kembali meningkat pada bulan Januari 2021. IHS Markit mencatat, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan lalu sebesar 52,2 atau naik dari 51,3 pada bulan Desember 2020. 

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy mengatakan, perbaikan indeks manufaktur belum tentu menjadi tanda industri manufaktur sudah pulih. Apalagi, masih dengan adanya Covid-19 di Idnoensia. 

“Masih terlalu dini untuk menilai apakah industri manufaktur sudah kembali normal. Baru, setelah kinerja manufaktur dipertahankan dan ekonomi kembali ke level positif, peluang kinerja manufaktur bisa dikatakan kembali ke kondisi normal,” kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Senin (1/2). 

Namun, Yusuf tak menampik kinerja positif dari industri pengolahan merupakan catatan positif bagi proses pemulihan ekonomi, setidaknya di kuartal I-2021. Capaian ini juga mengejutkan dan tidak seperti pola sebelumnya. Pasalnya, pada saat pemerintah menerapkan pembatasan aktivitas, di saat yang sama PMI Manufaktur akan terkontraksi.

Baca Juga: Ini alasan Sri Mulyani masih percaya diri ekonomi di 2021 tumbuh 5%

Namun, ini tidak terjadi pada bulan Januari 2021. Padahal, pada saat itu pemerintah menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) selama dua minggu, dan berlanjut di bulan Februari 2021. 

Ke depan, Yusuf masih melihat masih ada risiko yang membayangi prospek kinerja manufaktur. Salah satu risikonya adalah soal efektivitas vaksinasi. Apalagi, saat ini ada risiko suplai vaksin yang terbatas sehingga berpotensi berdampak pada peningkatan harga vaksin. 

Takutnya, Indonesia bisa terkena imbasnya. Kalau harga vaksin meningkat, bisa saja akan berdampak pada perubahan kebijakan dalam negeri. 

Risiko selanjutnya masih datang dari Covid-19. Memang saat ini Indonesia tengah melaksanakan program vaksinasi, tetapi kalau ini tidak dikombinasikan dengan kebijakan test, tracing, dan treatment yang tepat dan masyarakat tdiak mematuhi protokol kesehatan, maka peningkatan kasus bisa tetap tinggi. 

“Bila ini terjadi, risiko pemulihan ekonomi akan berjalan lebih lambat dan ini akan memengaruhi industri manufaktur juga,” tandasnya. 

Selanjutnya: Dorong ekonomi melalui percepat rencana investasi produk eksternalitas rendah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×