kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Defisit neraca transaksi berjalan (CAD) 2020 diprediksi pada kisaran 2,5% - 3%


Senin, 10 Februari 2020 / 22:42 WIB
Defisit neraca transaksi berjalan (CAD) 2020 diprediksi pada kisaran 2,5% - 3%
ILUSTRASI. Aktivitas bongkar muat di terminal petikemas, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (15/5). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan bulan April 2019 defisit US$ 2,5 miliar. Kinerja ini anjlok dibanding neraca perdagangan Maret 2019 yang m


Reporter: Umar Tusin | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Center of reform on Economics (Core) Mohammad Faisal memprediksi current account deficit (CAD) selama tahun 2020 berada pada kisaran 2,5% - 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Menurutnya, ada potensi perbaikan defisit neraca perdagangan karena adanya pelemahan demand yaitu pelemahan impor yang lebih besar daripada pelemahan ekspor.

Untuk defisit neraca jasa, Faisal mengatakan tidak akan mengalami banyak perubahan, bahkan bisa melemah jika berdampak pada pariwisata, karena surplus dari sektor jasa banyak dari pariwisata.

Baca Juga: Ini tanggapan ekonom BCA terkait prospek CAD di tengah wabah virus corona

Sedangkan untuk jasa transportasi kemungkinan melemah karena aktivitas ekspor dan impor yang berkurang terutama ke China.

Melihat merebaknya virus corona, Faisal menjelaskan hal yang paling berdampak adalah mobilitas orang yang kemudian akan berdampak pada pariwisata.

“Jika kita mendapat spinover dari pariwisata yang tidak jadi ke China bisa jadi berdampak positif,” ujar Faisal pada Kontan.co.id, Senin (10/2).

Sementara di sektor perdagangan barang, Faisal mengatakan akan berdampak negatif. Dengan virus corona yang merebak akan terjadi perlambatan ekonomi yang otomatis kegiatan ekspor mengalami penurunan.

“Dari semua jenis komoditas yang paling mending adalah sawit karena masih ada demand dari negara lain seperti India,” ujar Faisal.

Kemudian, menurut Faisal nilai tukar rupiah di akhir tahun masih relatif stabil dan dampak dari virus corona sangat sedikit. Menurutnya, sentimen yang paling banyak mempengaruhi nilai tukar rupiah adalah pengaruh dari suku bunga Global yang berada di Amerika.

Selain Faisal, Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, kegiatan ekspor dan impor di tahun 2020 akan masih tetap defisit. Menurutnya, masih tidak ada fundamental yang membuat ekspor akan meningkat tajam.

Menurut Tauhid, defisit yang paling besar masih disumbangkan di sektor migas, dan cara menutupinya adalah dengan non-migas.

“Dari sektor Non migas kabarnya hanya CPO, dan CPO akan ada penggunaan dominan untuk dlam negeri,” ujar Tauhid pada Kontan.co.id.

Baca Juga: Ekonom Samuel Aset Manajemen menilai virus corona bisa perbaiki CAD di awal tahun ini

Melihat merebaknya virus corona, menurut Tauhid hal tersebut bisa berdampak pada kegiatan ekspor dan impor. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi akan merosot lebih dari 0,3% melihat kegiatan ekspor Indonesia dengan tujuan China sebesar 14%, dan impor sekitar 29% - 30%.

“China lagi butuh investasi, lagi coba recovery, dan memprioritaskan dalam negeri, otomatis permintaan negara luar akan tertahan dulu,” ujar tauhid.

Jika dibandingkan dengan virus SARS, Tauhid menjelaskan hubungan ekonomi Indonesia dengan China saat itu masih terbilang kecil, sehingga hanya berdampak sebesar 0,08%.

Tauhid menambahkan, nilai tukar rupiah di akhir tahun 2020 masih berada di kisaran Rp 14.000 karena arus modal masuk masih tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×