kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DDTC apresiasi langkah pemerintah terkait dengan pajak digital


Minggu, 17 Mei 2020 / 18:57 WIB
DDTC apresiasi langkah pemerintah terkait dengan pajak digital
ILUSTRASI. Warga memilih barang-barang belanjaan yang dijual secara daring di Jakarta, Kamis (18/7/2019). Pemerintah tengah mengupayakan pendekatan untuk memungut pajak dari kegiatan ekonomi digital yang dipastikan dengan pengenaan tarif pajak penghasilan dari setia


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mulai 1 Juli 2020 mendatang, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan menarik pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang dan/atau jasa digital. Pengenaan PPN yang ditetapkan adalah sebesar 10% dari nilai yang dibayar oleh pembeli barang dan/atau penerima jasa.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Jumlah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Baca Juga: Siap-siap Ditjen Pajak akan buru wajib pajak badan dengan kriteria ini mulai 2021

Partner Tax Research and Training Services Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji mengapresiasi langkah pemerintah dalam penerbitan aturan tersebut. Menurutnya, aturan ini bisa menjadi instrumen penerimaan yang tepat.

Alasan pertama, pengenaan PPN atas barang kena pajak (BKP) tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak yang diserahkan, pada dasarnya merujuk pada destination principle. Artinya, negara tempat dimanfaatkannya BKP tidak berwujud dan jasa kena pajak tersebutlah yang berhak untuk mengenakan PPN.

"Nah, dalam konteks penyerahan dari luar daerah pabean melalui PMSE, pemerintah kini mewajibkan pihak penyelenggara PMSE baik di dalam maupun luar negeri menjadi pemungut. Dalam hal ini, terobosan administrasi pengenaan PPN seperti ini sesuai dengan international best practices," kata Bawono kepada Kontan.co.id, Minggu (17/5).

Alasan kedua, apabila dibandingkan dengan jenis pajak lainnya, maka strategi pemungutan PPN PMSE dinilai tepat karena PPN merupakan jenis pajak yang relatif stabil di tengah krisis.

Baca Juga: Mulai 1 Juli 2020, pelanggan Netflix dan Spotify akan terkena pajak

Selain itu, upaya dalam membidik transaksi yang dilakukan oleh PMSE tersebut juga relevan karena di tengah pandemi ini. Pasalnya, terdapat peningkatan aktivitas ekonomi berbasis digital sejalan dengan berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah.

Ia melanjutkan, skema detail dari potensi penerimaan negara melalui PPN ini akan sangat bergantung pada threshold dari perusahaan PMSE bersangkutan.

"Nantinya akan ditetapkan lebih lanjut berdasarkan jumlah transaksi dan juga jumlah traffic dalam setahun," kata Bawono.

Adapun layanan yang berpotensi dikenakan PPN ini di antaranya adalah layanan langganan musik dan langganan film berbayar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×