kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Daya dorong belanja barang pemerintah paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi


Senin, 12 Agustus 2019 / 16:32 WIB
Daya dorong belanja barang pemerintah paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi
ILUSTRASI. Bambang Brodjonegoro


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belanja barang yang tinggi oleh kementerian dan lembaga (K/L) tak selalu berarti buruk atau boros. Bahkan, belanja barang ternyata memiliki andil lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, ketimbang belanja modal atau belanja pegawai. 

Kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengungkapkan, peningkatan belanja barang K/L pada periode 2016-2017 sebesar Rp 31,8 triliun. Sementara, belanja modal meningkat Rp 39,1 triliun, dan belanja pegawai meningkat 7,5 triliun. 

Baca Juga: Defisit anggaran melebar, belanja modal berpotensi makin tak optimal

Menteri PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, kenaikan belanja barang di periode tersebut ternyata memiliki andil menambah pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,08%. Andil tersebut lebih besar daripada belanja modal yang hanya 0,03% maupun belanja pegawai 0,01%. 

“Belanja barang yang naik sering dianggap pemborosan padahal belum tentu. Karena ada belanja barang (oleh pemerintah pusat) yang dihibahkan dan sifatnya juga produktif,” kata Bambang dalam Seminar Nasional, Senin (12/8). 

Contohnya, pemerintah melalui Kementerian PUPR membangun jalan provinsi yang kemudian dihibahkan kepada pemerintah provinsi. Karena belanja tersebut dihibahkan menjadi milik provinsi maka terhitung sebagai belanja barang, padahal secara sifat belanjanya sama dengan belanja modal yaitu pembangunan jalan. 

Sebaliknya, belanja modal sering menjadi perhatian karena dianggap memiliki efek pengganda yang besar terhadap perekonomian. Namun, Bambang mengatakan, serapan belanja modal yang tinggi tak selamanya produktif sebab ada belanja modal seperti belanja komputer, belanja kendaraan dinas, atau belanja pembangunan kantor yang terhitung tidak begitu produktif. 

Baca Juga: Penerimaan Pajak Lesu, Defisit Anggaran Akhir Tahun Berpotensi Membengkak

“Selain itu, kalau kualitas belanja hanya diukur dari K/L mana yang serapannya paling tinggi, sebenarnya hanya ada sebagian yang bisa menyerap belanja modal besar-besar seperti Kementerian PUPR, Kemenhub, Kemenhan, atau ESDM misalnya,” lanjut dia. 

Direktur Keuangan Negara dan Analisis Moneter Kementerian PPN/Bappenas Boediastoeti Ontowirjo menambahkan, ke depan pemerintah mesti lebih cermat dalam memastikan alokasi belanja barang yang bersifat produktif.

“Dalam perencanaan ke depan, belanja barang produktif dapat menjadi terobosan untuk diterapkan pada banyak kementerian lainnya, sehingga belanja K/L menjadi lebih berkualitas,” kata dia. 

Ia menunjukkan, setiap 1% belanja barang untuk pengadaan kapal Kementerian KKP, misalnya, dapat berkontribusi meningkatkan pertumbuhan subsektor perikanan di daerah sebesar 0,13%, serta mengurangi ketimpangan intradaerah sebesar 0,07 poin. 

Baca Juga: Bila defisit melebar, dikhawatirkan pemerintah mengurangi belanja modal

Begitu juga dengan setiap 1% belanja alat mesin pertanian (alsintan) dan input produksi oleh Kementerian Pertanian dapat menumbuhkan subsektor pertanian, peternakan, perburuan, dan jasa pertanian di daerah sebesar 0,33%. 

Bappenas mencatat, dalam periode 2015-2018, alokasi belanja barang semakin tinggi yaitu dari Rp 233 triliun menjadi 347 triliun. Untungnya, peningkatan tersebut sejalan dengan alokasi belanja barang produktif yang juga bertambah secara nominal dari hanya Rp 26 triliun menjadi Rp 56 triliun pada 2018. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×