kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Daerah belum penuhi mandatory spending untuk pelayanan publik


Senin, 17 Juni 2019 / 12:03 WIB
Daerah belum penuhi mandatory spending untuk pelayanan publik


Reporter: Grace Olivia | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Peran pemerintah daerah dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi semakin krusial. Tak hanya itu, daerah juga menjadi kunci pemerataan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sehingga mengurangi kesenjangan antardaerah.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus menambah alokasi belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). Dalam periode 2014-2018, TKDD tumbuh 32,09% dari Rp 573,7 triliun menjadi Rp 757,8 triliun. Tahun ini, pemerintah mengalokasikan TKDD sebesar RP 826,77 triliun.

Kemkeu mencatat, rata-rata pertumbuhan TKDD dalam periode tersebut sebesar 8,2% per tahun. Secara rata-rata, alokasi TKDD itu membiayai lebih dari 70% belanja APBD.

Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2020, pemerintah pusat kembali menambah alokasi TKDD yang diproyeksi berkisar 4,8%-5,3% dari PDB. Ini sejalan dengan postur makro fiskal tahun depan yang masih melaksanakan kebijakan ekspansif terarah dan terukur.

“Desentralisasi fiskal melalui alokasi belanja yang sepertiganya langsung ditransfer ke daerah diharapkan mampu menciptakan pemda yang mampu melayani semakin baik,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani, Selasa (11/6) lalu di Badan Anggaran DPR RI.

Selain itu, Kemkeu juga memproyeksi kebutuhan investasi Indonesia untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,3%-5,6% di tahun 2020 mencapai kisaran Rp 5.802,6 triliun-Rp 5.823,2 triliun.

Pemerintah daerah ditargetkan berkontribusi sekitar Rp 293,2 triliun-Rp 310,6 triliun, atau lebih tinggi dibandingkan investasi pemda tahun 2018 dan 2019 yang masing-masing sebesar Rp 223,6 triliun dan Rp 267,4 triliun.

Kendati begitu, kian besarnya alokasi belanja ke daerah belum sejalan dengan kepatuhan daerah membelanjakan dana tersebut untuk pelayanan publik. Hal ini diakui Sri Mulyani sebagai salah satu tantangan dalam memperkuat desentralisasi fiskal di tahun 2020 mendatang.

Mandatory spending ialah kewajiban alokasi belanja yang telah diatur oleh undang-undang. Belanja wajib tersebut terdiri dari alokasi belanja pendidikan sebesar 20%, belanja kesehatan sebesar 10%, belanja infrastruktur sebesar 25% dari dana transfer umum (DTU), dan alokasi dana desa sebesar 10% dari DTU.

Akhir tahun lalu, berdasarkan paparan Menkeu, kepatuhan belanja pendidikan daerah baru mencapai 26,9% atau masih ada 146 daerah yang belum memenuhi. Sementara, kepatuhan belanja kesehatan baru 11,8% atau masih ada 64 daerah yang tak memenuhinya.

“Sebanyak 83 daerah juga belum memenuhi kewajiban alokasi dana desa sehingga tingkat kepatuhan baru mencapai 16,3%. Untuk belanja infrastruktur, masih ada 289 daerah yang belum memenuhi sehingga tingkat kepatuhan baru 53,3%,” tutur Menkeu.

Sri Mulyani menilai, jumlah transfer dana ke daerah yang makin tinggi di sisi lain memang menjadi tantangan tersendiri bagi pemda. Oleh karena itu, kemampuan pemda dalam mengelola anggaran menjadi kunci utama untuk memastikan dana terserap maksimal dan efektif.

“Kita harus meyakinkan bahwa kapasitas pemerintah daerah untuk mengakselerasi pembangunan di daerah memadai. Ini harus menjadi pusat perhatian,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×