kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Arief Yahya, Menteri Pariwisata: Tiket pesawat mahal merusak pariwisata


Jumat, 14 Juni 2019 / 22:40 WIB
Arief Yahya, Menteri Pariwisata: Tiket pesawat mahal merusak pariwisata


Reporter: Ragil Nugroho | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Industri pariwisata kena dampak harga tiket pesawat yang mahal. Bukan cuma jumlah wisatawan yang turun, tingkat keterisian atawa okupansi hotel di daerah-daerah wisata otomatis melorot.

Ini efek jumlah penumpang pesawat yang merosot. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), penumpang angkutan udara domestik sepanjang Januari hingga April tahun ini hanya 23,97 juta orang. Angka tersebut turun 20,5% dari periode sama tahun lalu mencapai 30,15 juta penumpang.

Seberapa besar dampak harga tiket pesawat ke sektor pariwisata? Lalu, apa langkah Kementerian Pariwisata (Kempar)? Menteri Pariwisata Arief Yahya menjelaskannya ke wartawan Tabloid KONTAN Ragil Nugroho, Kamis (23/5).

Berikut nukilannya:

KONTAN: Sejauh ini, apa saja dampak dari harga tiket pesawat yang mahal terhadap sektor pariwisata?

ARIEF: Tentu, sangat kami sayangkan kondisi tersebut. Harga tiket pesawat yang mahal, kan, sudah mulai sejak tahun lalu dan tambah memburuk di tahun ini. Kami tahu, dunia penerbangan merupakan salah satu sektor vital di negeri ini. Jadi, ketika harga tiket pesawat naik, maka banyak sektor yang terdampak. Salah satunya adalah sektor pariwisata.

Dampak harga tiket yang mahal, kalau bahasa saya, seperti merusak ekosistem pariwisata kita. Hitungan kami, kenaikan harga tiket yang lebih dari 100% menyumbang penurunan industri pariwisata hingga 30%. Dengan jumlah wisatawan yang menurun, menurut data BPS, maka pendapatan pariwisata juga otomatis anjlok.

Ketika harga tiket pesawat naik atau bahkan ganti harga, maka orang-orang akan berpikir dua kali untuk melakukan perjalanan wisata. Biasanya, mereka mengutamakan perjalanan mengunjungi keluarga atau pekerjaan dulu, baru setelah itu pariwisata. Nah, kalau sekarang, dengan tingginya harga tiket pesawat, mereka saja kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti urusanĀ  keluarga dan pekerjaan.

Kami juga sudah mendapat keluhan dari sejumlah kepala daerah lantaran terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke daerah mereka, mulai dari Aceh, Medan, Batam, hingga Pekanbaru. Ada juga di Lombok, okupansi hotel merosot tajam. Padahal, enam bulan usai bencana gempa bumi menimpa Nusa Tenggara Barat, industri pariwisata di wilayah tersebut mulai kembali bergeliat. Eh, tiba-tiba ada bencana baru yaitu kenaikan harga tiket pesawat. Turun lagi okupansi di Lombok dari yang sudah mencapai 50% jadi 30% saja.

KONTAN: Harga tiket pesawat ke luar negeri yang lebih murah juga membuat sektor pariwisata terganggu?

ARIEF: Betul, ini juga mengganggu sebenarnya. Dampaknya adalah tumbuh kecenderungan orang kita untuk lebih memilih pelesiran ke luar negeri. Kalau begini terus, yang dapat devisa dan keuntungan, ya, negara tujuan, bukan kita.

KONTAN: Lalu, apa upaya Kempar untuk ikut menanggulangi masalah harga tiket pesawat yang mahal?

ARIEF: Kami tidak punya wewenang untuk memaksa maskapai terkait harga tiket, ini wilayahnya Kementerian Perhubungan. Hanya, untuk penerbangan dengan kelas pelayanan penuh atau full service bisa menggunakan tarif batas atas 100%. Sedangkan kelas ekonomi dan low cost carrier (LCC), seharusnya tidak mendekati tarif batas atas.

Kalau kelas pelayanan penuh seperti Garuda Indonesia tentu bisa menggunakan tarif batas atas full. Tapi, penerbangan kelas ekonomi dan LCC harus diturunkan lagi 30%. Semoga, Menteri Perhubungan bisa turunkan lagi batas atas.

Tapi, jika harga tiket dipengaruhi oleh harga avtur yang tinggi, maka solusinya adalah meninjau kembali harga avtur dan menurunkannya agar harga tiket pesawat juga bisa ikut turun. Apalagi, yang diuntungkan secara ekosistem dari kenaikan harga tiket, kan, tidak ada.

KONTAN: Langkah Kempar untuk memperbaiki ekosistem pariwisata yang sudah rusak gara-gara tiket pesawat?

ARIEF: Tentu saja ada. Paling dekat adalah mudik Lebaran. Hitungan kami, ada potensi pergerakan 20 juta pemudik dan pergerakan uang juga yang akan tinggi, bisa mencapai Rp 200 triliun. Memang industri pariwisata sempat lesu, terlihat dari tren wisata masyarakat kita yang turun 50% selama bulan puasa, dari rata-rata 20 juta orang per bulan menjadi hanya 10 juta orang. Namun, kami tetap optimistis, musim mudik kali ini akan mampu menambah angka wisatawan domestik menjadi 30 juta orang.

Untuk itu, kami akan meramaikan momen pulang kampung dengan Program Pesona Mudik 2019. Program andalannya adalah lomba foto Instagram dengan tagar PesonaMudik2019, lalu informasi 10 kuliner dan 10 destinasi mudik terbaik. Selain itu, tempat destinasi dan kuliner yang masuk dalam Top 10 Kuliner dan Top 10 Destinasi sesuai kombinasi nilai di media digital.

KONTAN: Kalau program menarik 20 juta turis asing sesuai target tahun ini?

ARIEF: Program promosi destinasi unggulan terus kami genjot agar bisa menarik perhatian wisatawan mancanegara. Belajar dari pengalaman tahun lalu, pemerintah siap melakukan tindakan cepat jika terjadi bencana alam di daerah. Contoh, jika ada bencana di Bali, pemerintah segera menggratiskan hotel dan restoran untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi turis asing.

Kami juga berupaya memaksimalkan target kedatangan wisatawan mancanegara pada musim puncak, seperti liburan musim panas periode Juni, Juli, dan Agustus. Sebab, tahun lalu pada musim tersebut, jumlah kunjungan wisatawan bisa mencapai 4,5 juta orang.

Langkah selanjutnya adalah promosi acara-acara di 100 Calendar of Event (CoE) Wonderful Indonesia. Kami ada branding melalui festival-festival. Ini bekerjasama dengan para event organizer (EO) dan seluruh pemerintah daerah.

Ada juga program memaksimalkan wisata perbatasan atau border tourism. Saya optimistis, target kunjungan turis asing tahun ini sebanyak 20 juta orang bisa tercapai, sebab pariwisata perbatasan sangat potensial. Pariwisata perbatasan dilakukan dengan menggarap pasar di wilayah perbatasan Indonesia dan berpotensi lebih banyak dikunjungi wisatawan dari negara tetangga. Karena, memiliki kedekatan atau proximity secara geografis. Dengan begitu, wisman lebih mudah, cepat, dan murah menjangkau destinasi-destinasi di Indonesia.

Selain itu, mereka juga memiliki kedekatan kultural dan emosional yang membuat pariwisata perbatasan lebih mudah dikunjungi. Pada 2018, pariwisata perbatasan menyumbang 18% dari total kunjungan wisman mancanegara. Maka, tahun ini kontribusinya ditargetkan naik menjadi 20% atau sekitar 3,4 juta dari target total 20 juta turis mancanegara.

KONTAN: Memang, di mana saja potensi pasar terbesar pariwisata perbatasan?

ARIEF: Potensi pasar pariwisata perbatasan antara lain berada di perbatasan Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Papua Nugini, maupun Timor Leste. Dalam mengembangan model pariwisata ini, kami mengacu pada beberapa negara di Eropa yang sukses memoles pariwisata perbatasan.

Berdasarkan data kami, jumlah wisatawan asing di Prancis setiap tahun mencapai 80 juta orang dan Spanyol sebanyak 85 juta orang. Begitu juga dengan negara-negara kecil di Eropa yang memiliki jumlah wisatawan asing mencapai 10 juta karena ditopang oleh pariwisata perbatasan yang baik.

Untuk itu, kami menciptakan kantung-kantung destinasi baru yang digerakkan oleh kegiatan di lintas perbatasan, seperti di Atambua dan Belu (Nusa Tenggara Timur) yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Selain itu juga, di Aruk dan Sambas (Kalimantan Barat), kemudian di Skow (Papua), Batam dan Bintan (Kepulauan Riau), serta daerah lain.

KONTAN: Kan, harga tiket pesawat rute domestik yang mahal juga bisa berpengaruh ke kunjungan turis asing. Belum lagi, potensi bencana alam yang masih mengintai. Anda yakin target 20 juta turis asing masih realistis?

ARIEF: Angka yang masih memungkinkan ada di 18 juta orang, dengan kontribusi devisa mencapai US$ 17 miliar.

KONTAN: Bagaimana dengan perkembangan sertifikasi destinasi pariwisata?

ARIEF: Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pariwisata kita. Oleh karena itu, kami mengupayakan, untuk menggenjot peringkat pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism Indonesia yang masih tertinggal. Kita ada di posisi 131 dari 134 negara.

Nah, melihat peringkat kita yang terpuruk, maka kami menargetkan, semua destinasi wisata unggulan di Indonesia bisa tersertifikasi pariwisata berkelanjutan sebagai syarat untuk menjadi destinasi wisata kelas dunia. Untuk ini, Kempar menerapkan Program Sustainable Tourism for Development (STDev) yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan. Pedoman ini mengadopsi standar internasional dari Global Sustainable Tourism Council (GSTC).

Konkretnya, akan ada proses sertifikasi pariwisata berkelanjutan yang akan dimulai secara penuh tahun depan. Kami memperkirakan, proses sertifikasi destinasi wisata di seluruh penjuru Indonesia membutuhkan waktu satu tahun.

Untuk pedoman sertifikasi, juga dari United Nations World Tourism Organization. Lalu, sertifikasi juga dinilai dari basis budaya, baik dari bentuk atau unsur, basis masyarakat dan lingkungan. Ini akan kami mulai dari destinasi wisata yang kerap didatangi wisatawan asing dan 10 destinasi Bali Baru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×