kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apindo keberatan jika ambang atas penghasilan pengusaha kena pajak (PKP) diturunkan


Senin, 22 Maret 2021 / 14:00 WIB
Apindo keberatan jika ambang atas penghasilan pengusaha kena pajak (PKP) diturunkan
ILUSTRASI. Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah mengkaji penurunan ambang batas penghasilan pengusaha kena pajak (PKP). Adapun, saat ini pengusaha wajib membayar pajak penghasilan (PPh) badan dan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) apabila memiliki omzet lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani keberatan dengan rencana kebijakan pemerintah tersebut. Menurut Hariyadi, cara itu justru akan makin membebankan pengusaha karena situasi ekonomi masih terpuruk hingga sekarang. Terutama bagi pengusaha kelas kecil dan menengah.

Kata Hariyadi, seharusnya pemerintah fokus mendorong ekonomi dalam negeri dan usaha kecil. Jika ekonomi membaik dan supply and demand pengusaha terpenuhi, maka otomatis pengusaha dengan omzet di atas di bawah Rp 4,8 miliar per tahun bakal naik kelas.

Baca Juga: Hipmi tak setuju akan rencana penurunan batasan omzet pengusaha kena pajak

Dus, dengan sendirinya jumlah basis pajak PKP semakin banyak. Hal ini juga mengingat upaya pemerintah yang menjanjikan dorongan ekonomi dari implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“Tentunya memang negara lagi susah, makanya akan diturunkan batasnya (PKP) sehingga bisa menarik pajak, jadi memang sulit. Di satu sisi kami sebagai pengusaha keberatan, dalam situasi seperti ini bayar pajak juga sulit,” kata Hariyadi kepada Kontan.co.id, Senin (22/3).

Menurut Hariyadi, dengan kondisi penerimaan pajak yang masih loyo, maka solusinya bukan terbatas pada kebijakan PKP, tetapi pemerintah bisa memangkas belanja.

“Pemerintah harus efisiensi anggaran, karena threshold tidak menyelesaikan masalah. Pangkas anggaran proyek-proyek yang dipandang bisa dipangkas dan ditunda ya tunda,” ujar Hariyadi.

Sebagai info, rencana penurunan ambang batas PKP tersebut telah mempertimbangkan dua aspek yakni jumlah penerimaan pajak yang hilang dan dampak apabila threshold diturunkan.  

Berdasarkan pemaparan Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung pada Rabu (10/3) antara Kemenkeu dan Komisi XI DPR  yang dihimpun Kontan.co.id, menunjukkan dari evaluasi tersebut, ada tiga hasil yang didapat pemerintah.

Pertama, threshold PPN Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Kedua, tingginya threshold PPN tersebut menyebabkan terjadinya bunching effect.

Ketiga, simulasi beberapa skenario penurunan threshold menunjukkan potensi peningkatan penerimaan pajak dan dampaknya terhadap indikator makro seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Adapun batasan omzet PKP yang berlaku saat ini telah berlangsung sejak tahun 2014. Naik dari sebelumnya yang hanya Rp 600 juta setahun.  

Perubahan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 197/PMK.03/2013 yang ditetapkan tanggal 20 Desember 2013 dan mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2014.

Selanjutnya: Pemerintah mengkaji ketentuan ambang batas PPN, ini kata pengamat pajak DDTC

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×