kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum digugat


Selasa, 28 April 2015 / 13:15 WIB
UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum digugat


Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum diajukan untuk uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sejumlah penggugat yang terdiri dari R. Soedarno, Zulhasril Nasir, Soetopo Ronodihardjo, Benggol Martonohadi, Purwoko, Pekik Denjatmiko, Surya Gunawan, dan Hidayat, menilai bahwa keberadaan UU tersebut berpotensi merugikan mereka.

Soetopo, salah satu pemohon uji materi mengatakan, potensi kerugian tersebut muncul dari ketentuan Pasal 1 ayat 10 UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Pasal 1 ayat 10 berbunyi, "Ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah".

Soetopo mengatakan, ketentuan yang terdapat dalam pasal tersebut multitafsir dan mundur jika dibandingkan dengan mekanisme ganti rugi yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sebab dalam perpres tersebut, mekanisme ganti rugi terhadap kerugian fisik atau non-fisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada masyarakat pemilik tanah, bangunan, tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah harus dapat memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik kepada tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat sebelum tanah mereka digusur.

"Dalam Pasal 1 itu adil dan layak itu multitafsir. Adil dan layak menurut siapa, apakah investor kah, pemerintah kah atau masyarakat," katanya kepada KONTAN di Gedung MK Selasa (28/4).

Soetopo mengatakan, pemberlakuan Pasal 1 ayat 10 UU Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum membuat masyarakat pemilik lahan rentan mendapatkan intimidasi dan ancaman atas proses pembebasan lahan mereka. Bukan hanya itu saja, masyarakat juga bisa kehilangan hak tanah mereka secara semena- mena.

"Multitafsir ini harus segera dibenahi, agar pemiskinan masyarakat tidak terjadi, kasihan masyarakat yang berada di pedalaman, pelosok," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×