kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

UU Kepailitan dan PKPU disarankan untuk direvisi


Minggu, 02 Juli 2017 / 20:54 WIB
UU Kepailitan dan PKPU disarankan untuk direvisi


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) telah memberikan saran kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk merevisi UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).

Salah satu anggota dewan sertifikasi AKPI Aji Wijaya mengatakan, setidaknya ada beberapa poin yang perlu direvisi dalam UU tersebut, salah satunya kreditur sebagai pemohon PKPU.

Menurut Aji, hal tersebut perlu diubah menjadi yang dapat mengajukan permohonan PKPU hanya lah debitur. "Jadi tidak ada PKPU oleh kreditur," ungkapnya kepada KONTAN, beberapa waktu lalu.

Hal itu merujuk pada Pasal 229 ayat 4 yang menyebutkan, permohonan PKPU yang diajukan setelah adanya permohonan pernyataan pailit yang diajukan terhadap debitur, agar dapat diputus terlebih dahulu, wajib diajukan pada sidang pertama pemeriksaan permohonan pernyataan pailit.

Adapun hal tersebut juga dikatakan Ketua Dewan Kehormatan AKPI Andrey Sitanggang. "Di negara lain tidak ada peraturan yang mengajukan PKPU adalah kreditur," tutur dia.

Pasalnya, debitur sendiri lah yang mengetahui kesanggupan apakah bisa membayar utang atau tidak. Sehingga debitur memiliki niatan untuk merestrukturisasi utang-utangnya.

Kemudian, baik Aji dan Andrey juga menyampaikan, poin yang perlu direvisi adalah kewenangan kreditur pemegang jaminan (separatis) dalam mengikuti pemungutan suara (voting) dalam PKPU.

Sebab, dalam Pasal 281 ayat 2 disebutkan, kreditur separatis yang tidak menyetujui rencana perdamaian diberikan kompensasi sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan.

"Ini tidak jelas apa kompensasinya, seperti apa? lalu perhitungannya bagaimana?," kata Aji. Sementara, Andrey berpendapat, kreditur separatis seharusnya tidak dapat mengikuti voting dalam proses PKPU.

Alasannya, utang tersebut telah dijaminkan. "Jadi jika ingin ikut voting silakan melepas hak separatisnya, hal ini sebetulnya perlu diserasikan lagi," jelasnya.

Bagi keduanya, masih banyak poin-poin lainnya dalam UU No. 37/2004 yang perlu direvisi. Pihaknya pun mengaku telah mengirimkan hal itu sebagai masukan kepada kementerian terkait.

Sebab, pada dasarnya, AKPI menilai UU Kepailitan dan PKPU ini sudah sepatutnya direvisi seiring dengan kondisi bisnis yang sudah berubah dari sejak UU tersebut dibuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×