kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Usaha pendidikan: Pasarnya masih terbentang luas


Rabu, 30 Januari 2013 / 13:21 WIB
Usaha pendidikan: Pasarnya masih terbentang luas
ILUSTRASI. Spesifikasi Xiaomi Redmi Note 10s


Reporter: Raymond Reynaldi | Editor: Tri Adi

Sebagai industri, dunia pendidikan menawarkan celah bisnis yang terbentang begitu luas. Lihat saja, saat ini, kita bisa melihat banyak sekolah formal dari berbagai jenjang pendidikan yang dikibarkan oleh beragam bendera usaha. Sebut saja  lembaga pendidikan untuk anak balita, taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) hingga perguruan tinggi.

Sudah banyak pula contoh sukses perorangan atau yayasan dalam menggarap bisnis pendidikan. Di antaranya Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar, Yayasan Pelita Harapan, atau jaringan sekolah Stella Maris yang tengah tumbuh saat ini. Mereka bergerak di bidang pendidikan formal berjenjang hingga universitas, kecuali Stella Maris.

Bahkan, tak hanya jalur pendidikan formal yang bisa dimasuki para pelaku usaha. Anda bisa menjalankan peran sebagai penyedia layanan pendidikan nonformal, seperti bimbingan belajar atau kursus. Bisnis di pendidikan nonformal ini begitu beragam, mulai dari bimbingan belajar umum, kursus bahasa, hingga kursus matematika.

Jika percaya diri dan memiliki modal yang cukup, Erwin Halim, pengamat waralaba dari Proverb Consulting, bilang, Anda bisa menggelar sendiri sekolah, bimbingan belajar, atau kursus. Namun, selain modal yang tebal, Anda juga harus rela berjibaku mencari lahan sekolah atau tempat kursus, tenaga pengajar, peralatan dan perlengkapan sekolah, serta sistem operasional sekolah. "Belum lagi urusan izin operasional sekolah dari Kementerian Pendidikan dan akreditasi. Ini tak mudah," tandasnya.

Erwin menilai, tak semua orang dapat mengelola bisnis pendidikan hingga terbilang sukses. Pemilik atau investor yang ingin menjalankan bisnis tersebut harus memiliki hasrat kuat serta kecintaan terhadap dunia pendidikan.

Jika tak memiliki dua hal tersebut, percayalah, Anda akan kesulitan melalui berbagai rintangan bisnis yang kelak menghadang. "Hasrat dan kecintaan kepada dunia pendidikan merupakan modal utama di bisnis ini," tegas Erwin.


Banyak pilihan

Toh, bukan berarti Anda tak dapat mencicipi pahit-manisnya bisnis pendidikan. Anda bisa saja melirik tawaran waralaba atau kemitraan pendidikan formal maupun nonformal yang jumlahnya cukup banyak.

Erwin bilang, jumlah tawaran waralaba pendidikan merupakan yang terbanyak kedua setelah tawaran waralaba makanan dan minuman. Mulai dari bimbel atau kursus, hingga perguruan tinggi, saat ini sudah banyak yang menawarkan peluang waralaba.

Namun, Anda harus cermat memilih calon mitra atau pewaralaba yang berpengalaman, kompeten, dan memiliki rekam jejak jelas selama bergerak di industri pendidikan. Bila salah pilih mitra, bukan tak mungkin, uang investasi melayang begitu saja tanpa sempat berkembang. Sebaliknya, Anda jangan berkecil hati jika lamaran waralaba ditolak pewaralaba. "Pewaralaba juga selektif dalam memilih partner, tak hanya melihat kemampuan finansial saja," kata Agus Hardiman, pendiri Sekolah MusikTek.

Agus merupakan pendiri tempat kursus musik digital yang telah beroperasi sejak tahun 2000. Selama 12 tahun ini, dia melihat minat siswa yang ingin mempelajari teknik musik digital, terutama rekaman musik, tak pernah surut.

Sebagai gambaran, salah satu waralaba Sekolah MusikTek di Denpasar, Bali, telah memiliki 500 murid pada tahun 2012. Angka ini meningkat sekitar 200 siswa dari tahun sebelumnya yang 300 siswa. Bahkan, kata Agus, Sekolah MusikTek di Pondok Indah, Jakarta, telah meluluskan lebih dari 2.000 murid. "Saya optimistis musik digital ini akan semakin tinggi peminatnya," katanya.

Tak semua pecinta musik mampu bermusik. Inilah alasan di balik rasa optimisme Agus. Pasalnya, para pecinta musik tersebut semakin banyak yang bergerak sebagai sound engineer hingga menjadi pemilik atau operator studio rekaman.

Inilah yang melatarbelakangi Agus membenahi kembali sistem operasional bisnis mengarah ke one stop solution bagi pecinta musik, sekaligus menyusun modul bisnis waralaba Sekolah MusikTek. "Saya ingin mematahkan citra bahwa musik digital itu mahal," ujar dia.

Selama ini, kalangan awam menganggap musik digital terkesan mahal untuk dijalani, baik sebagai hobi maupun profesi. Padahal, musik digital dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana, cukup komputer dan peranti lunak beserta perangkat rekaman dan pengetahuan musik digital.

Alhasil, Sekolah MusikTek sangat terbuka bagi semua kalangan, baik musisi maupun nonmusisi, tanpa batasan usia. "Ini menandakan potensi pasar yang besar dalam industri musik digital," imbuh Agus.

Saat ini, Sekolah MusikTek memang baru mempunyai satu terwaralaba di Bali. Namun, bukan berarti waralaba Sekolah MusikTek sepi peminat. Sebaliknya Agus cenderung selektif dalam memilih mitra. Dalihnya, dia tak ingin kualitas Sekolah MusikTek merosot karena ulah terwaralaba yang kurang matang dalam berkomitmen. "Saya punya pengalaman buruk dengan mitra yang kurang tinggi hasrat musiknya sehingga usia usahanya singkat.

Waralaba Sekolah MusikTek terdiri dari beberapa paket. Paket kelas ditawarkan antara Rp 300 juta hingga Rp 400 juta. Rentang harga ini berdasarkan pilihan alat musik digital yang dipilih terwaralaba. Paket investasi ini belum termasuk sewa gedung dan biaya tenaga kerja. Paket kelas sudah termasuk audio, alat mixing, recording, composing, mastering, serta microphone untuk satu studio rekaman, serta perangkat komputer dan keyboard yang digunakan tiap siswa. "Harga ini sudah termasuk instalasi," kata Agus.

Dengan asumsi biaya kursus sebesar Rp 3,5 juta per dua bulan, dan dengan kapasitas 12 murid, potensi omzet setahun yang dapat diraup terwaralaba Sekolah MusikTek sekitar Rp 252 juta. "Tapi ini baru omzet, belum dipotong beban. Jadi estimasi BEP (balik modal) antara dua hingga tiga tahun," papar Agus.

Selain musik, kursus lukis merupakan salah satu jalur pendidikan nonformal yang banyak diminati. Banyak orangtua yang memberikan aktivitas ekstra berupa melukis kepada anaknya. Ini diakomodasi oleh Oscar Sumarli, pendiri Ohayo Drawing School. Sejak tahun 2005, dia memulai bisnis sekolah melukis tersebut di daerah Gunung Sahari, Jakarta.

Setelah tujuh tahun, Ohayo Drawing School mengoperasikan lima kantor cabang, yakni di kawasan Gajah Mada, Cideng, Kebon Jeruk, Mangga Dua, serta Cikupa (Tangerang). "Mayoritas cabang baru berasal dari bisnis waralaba karena untuk ekspansi butuh menggandeng investor," ujar Oscar.

Bisnis ini cukup menggiurkan bagi investor. Sebab, kata Oscar, pertumbuhan bisnis di tiap cabang Ohayo Drawing School mencapai 10% per tahun. Ohayo Drawing School mengenakan biaya waralaba Rp 25 juta selamanya, dengan potongan fee waralaba 15% dari uang sekolah per bulan.

Dari paket ini, pengusaha sudah dapat peralatan belajar mengajar, seperti peralatan melukis, bangku dan meja, serta pernak-pernik ruang kelas. Dengan asumsi biaya uang sekolah Rp 250.000 per bulan dan siswa aktif sebanyak 30 hingga 40 siswa, target balik modal bisa diraih dalam waktu 6 bulan sampai 12 bulan.                       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×