kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tarik ulur SNI wajib produk oli


Senin, 05 Desember 2016 / 17:48 WIB
Tarik ulur SNI wajib produk oli


Reporter: Dadan M. Ramdan, Oginawa R Prayogo | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Kementerian Perindustrian akan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib bagi produk pelumas mulai Juni 2017. Alasannya, oli oplosan bahkan oli impor yang dipalsukan semakin membanjiri pasaran. Sebagai tahap awal, SNI wajib ditujukan bagi pelumas di sektor otomotif. Saat ini, regulasi SNI oli di Indonesia masih bersifat sukarela.

Sejatinya, usulan SNI wajib sudah digembar-gemborkan sejak 2007 silam. Tapi hingga detik ini masih tarik-ulur karena beda kepentingan yang tajam. Selain itu masih ada kendala dalam jumlah lembaga sertifikasi. Pasalnya saat ini baru Lemigas, Sucofindo, Pertamina, dan Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) yang siap melaksanakan pengujian SNI. Sementara ada 22 produsen pelumas lokal dan 200 perusahaan importir yang kudu rutin uji sertifikasi. Di tingkat produsen dan importir pun terbelah lantaran berlainan keinginan.

Produsen pelumas yang terhimpun dalam Asosiasi Produsen pelumas Indonesia (Aspelindo) mendukung kebijakan tersebut. Sebaliknya kalangan distributor dan importir pelumas yang tergabung dalam Perhimpunan Distributor Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi)  menolak usulan kewajiban SNI ini. Ketua Perdippi Paul Toar menjelaskan, pihaknya menolak pemberlakuan SNI wajib karena tujuannya bukan untuk meningkatkan daya saing produk oli dalam koridor perdagangan bebas. “Kami melihat semangat SNI wajib pelumas ini hanya mengerem ketatnya persaingan dari pelumas impor,” katanya.

Paul bilang, pelumas impor bisa dipasarkan di Indonesia setelah mengantongi NPT dari Kementerian ESDM. Nah, dalam persyaratan mendapatkan NPT juga sudah mencakup berbagai uji standardisasi yang ketat. Dalam hal ini, persoalan sebenarnya adalah banyak oli palsu atau oplosan bahkan oli impor juga dipalsukan diperdagangkan. “Apakah SNI bisa menjamin tidak ada lagi pemalsuan oli ,” kilah Presiden Direktur PT Topindo Atlas Asia.

Info saja, Topindo merupakan importir oli sekaligus distributor merek Top 1. Keberatan importir oli terhadap pemberlakukan wajib SNI juga didasari kekhawatiran pangsa pasar mereka akan tergerus. SNI wajib pelumas otomatis akan berlaku juga bagi produk impor. Tak pelak, oli impor yang tiba di pelabuhan tanpa sertifikat SNI tidak akan bisa masuk. “Kalau tidak ada label SNI pasti dirazia,” ungkap Paul.

Sebab itu importir harus membuktikan dulu kejelasan dan keandalan produsen atau fasilitas blending di luar negeri atau memindahkan produksinya ke fasilitas blending di dalam negeri. Razia dan pembatasan ini dianggap merugikan oli impor bermerk yang kualitasnya sudah terjamin dengan berbagai sertifikasi dan standardisasi pabrikan tingkat dunia. “Sedikit kesalahan saja bikin rusak mesin, bisa dihukum konsumen dalam waktu lama,” dalih Paul.

Nada keberatan juga disuarakan PT Exxonmobil Lubricants Indonesia, yang mengimpor oli dari pabrikan di China. “Kalau ada SNI, kan, jadi ada dua kali pengurusan, ya,” terang Sigit W. Wagito, Manager Business Venture PT Exxonmobil Lubricants Indonesia. Alasannya, setiap oli impor yang beredar di pasaran termasuk Exxonmobil standar mutunya sudah teruji ketika mengajukan NPT.  Walhasil SNI tidak diperlukan lagi karena sudah lolos uji NPT. Meski begitu,  Exxonmobil tidak punya pilihan jika pemerintah memberlakukan SNI wajib bagi pelumas. “Saran kami agar tidak terjadi dua kali pengurusan pilih satu,  SNI atau NPT,” pintanya.

Sigit menjelaskan, tidak ada jaminan sepenuhnya setelah penerapan SNI wajib bisa menghilangkan oli ilegal atau palsu dari pasaran. Apabila tujuan pemerintah ingin mencegah rembesan produk ilegal, maka yang lebih efektif adalah meningkatkan pengawasan. Ivan Rastianto, Marketing Manager Divisi Komersial PT Wiraswasta Gemilang Indonesia (WGI) mengakui SNI penting dan diperlukan untuk menjamin kualitas produk secara keseluruhan. “NPT hanya mengecek unsur-unsur yang ada di dalam oli, sedangkan SNI mencakup dari mulai pengepakan hingga pelayanan ke konsumen,” bebernya.

Atas dasar itu, WGI yang memproduksi oli merek Evalube mendesak pemerintah secepatnya merampungkan petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis SNI wajib bagi produk pelumas tersebut. WGI mendukung rencana ini karena dari dari 14 varian produk oli Evalube di sektor otomotif sebanyak delapan varian diantaranya sudah mengantongi SNI meskipun secara sukarela.

Oli Evalube diproduksi di pabrik Cibitung, Bekasi, dengan kapasitas produksi terpasang 80.000 kiloliter per tahun. Ivan optimistis efek sertifikasi SNI bisa mendongkrak penjualan, karena konsumen akan memperhatikan produk apa yang mereka digunakan. Tahun ini angka penjualan hanya tumbuh 10%. “2017 pertumbuhan penjualan bisa 12%-14%,” terangnya.

PT Pertamina Lubricants juga mendukung wajib SNI. Arya Dwi Paramita, Sekretaris Perusahaan PT  Pertamina Lubricants berharap, produsen pelumas dalam negeri bisa tumbuh  dan tidak mati karena gempuran produk oli impor dan oplosan. “Implikasi SNI wajib akan meningkatkan kepercayaan dan perlindungan terhadap konsumen,” jelasnya. Sejak 2013, Pertamina Lubricants sudah proaktif mengikuti SNI pada 13 varian produk olinya. Mulai Fastron, Prima XP, Enduro 4T, Meditran, dan lainnya. “Saat ini kami juga mengajukan 62 varian produk lain untuk proses SNI,” ujar Arya.

Andria Nusa, Direktur Sales & Marketing PT Pertamina Lubricants menambahkan, saat ini punya tiga pabrik oli, yakni Jakarta, Gresik, dan Cilacap. Total kapasitas produksi mencapai 570.000 kiloliter setahun. Namun tingkat utilisasi pabrik hanya 450.000 kiloliter. “Utilisasi akan meningkat seiring naiknya kebutuhan otomotif, industri, dan proyek pemerintah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×