kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Serikat Petani Indonesia sebut rencana impor beras abaikan kondisi petani


Rabu, 24 Maret 2021 / 20:45 WIB
Serikat Petani Indonesia sebut rencana impor beras abaikan kondisi petani
ILUSTRASI. Pekerja memanen padi menggunakan mesin 'Combined Harvester' di persawahan Desa Mlati Norowito, Kudus, Jawa Tengah, Senin (15/3/2021).


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menyayangkan rencana impor beras yang dicanangkan pemerintah. Menurutnya, kebijakan tersebut abai terhadap situasi pertanian dalam negeri dan akan semakin menekan petani.

“Rencana impor beras mengabaikan situasi yang tengah dihadapi oleh petani di dalam negeri. Saat ini berbagai wilayah di Indonesia akan memasuki masa panen raya. Tidak hanya itu, petani tanaman pangan khususnya padi, tengah dihadapkan pada situasi merosotnya harga gabah,” ujar Henry seperti yang tertera di situs SPI yang dikutip Kontan, Rabu (24/3).

Menurut Henry, harga gabah yang merosot saat ini merugikan petani. Dia pun mencontohkan harga gabah di Tuban yang sebesar Rp 3.700 per kg, yang berada di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan pemerintah yakni Rp 4.200.

"Begitu juga di beberapa wilayah lainnya seperti Banyuasin, Aceh dan Nganjuk, harga di tingkat petani berada di bawah HPP. Pemerintah seharusnya berfokus mengatasi hal ini dahulu ketimbang buru-buru merencanakan impor,” ujar Henry.

Baca Juga: Alasan Ombudsman minta pemerintah tunda impor beras

Dia pun berpendapat situasi yang sama pun kerap berulang, dimana di satu sisi Kementerian Pertanian mengklaim beras surplus sampai Mei, sementara Kementerian Perdagangan merencanakan impor.

Padahal, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat potensi produksi padi Januari - April 2021 sebesar 25,37 juta ton Gabah Kering Giling dan perkiraan produksi beras mencapai 14,54 juta ton beras.

“Jika mengacu pada data tersebut ditambah lagi dengan situasi yang berkembang saat ini, rencana impor beras harus dikaji lebih jauh. Sekali lagi, rencana ini akan berdampak kepada petani dalam negeri kita," katanya.

Menurut Henry, rencana impor beras ini juga menunjukkan belum selesainya masalah sinkronisasi, koordinasi, dan berkaitan kelembagaan pengelolaan pangan di Indonesia.

Baca Juga: Pemerintah sudah memiliki alternatif Badan Pangan Nasional

Karenanya, Henry pun menilai bahwa pembentukan kelembagaan yang mengelola urusan pangan di Indonesia menjadi sangat mendesak, yang mempunyai otoritas dalam menyusun dan pengambilan kebijakan pangan di Indonesia.

Menurut Henry, tidak adanya kebijakan pangan yang strategis untuk membangun kedaulatan pangan di Indonesia lantaran sampai hari ini pemerintah tak kunjung membentuk Badan Pangan Nasional.

Padahal menurutnya, Badan Pangan Nasional dibentuk untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Kelembagaan pangan melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pangan, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan berwenang untuk membangun koordinasi, integrasi dan sinergi lintas sektor. 

Selanjutnya: Kembalikan Bulog Sebagai Sahabat Petani

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×