kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RPN desak peremajaan perkebunan nasional


Kamis, 17 Agustus 2017 / 18:29 WIB
RPN desak peremajaan perkebunan nasional


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - Beberapa produksi perkebunan nasional sudah mengalami penurunan produksi. Berdasarkan data PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN), dalam 5 tahun terakhir produksi kakao mengalami penurunan hingga 7,8%, teh sebesar 4,5%, sementara karet tumbuh sebesar 5,6%, dan kopi hanya tumbuh sekitar 0,1%.

Direktur Utama RPN, Teguh Wahyudi mengungkapkan, saat ini produksi kakao nasional dalam setahun hanya berkisar 550.000 hingga 600.000 ton dalam setahun. Produksi kopi pun hanya berkisar 600.000 ton dalam setahun.

Karyudi Direktur Pusat Penelitian Karet RPN menambahkan, produksi karet di Indonesia berkisar 3,2 juta per tahunnya dengan produksi rata-rata per hektar hanya berkisar 1,1 ton.

Untuk komoditas teh, Direktur Riset dan Pengembangan RPN Gede Wibawa mengatakan, bahwa terjadi tren penurunan produksi dan lahan untuk komoditas teh. Dia bilang, saat ini lahan kebun teh di Indonesia hanya berkisar 120.000 hektare, dengan tingkat produksi 1,5 ton per hektarenya.

“Saat ini tren produksi teh memang mengalami penurunan. Lahannya pun semakin berkurang. Serapan di dalam negeri memang masih kurang, kebanyakan teh kita diekspor. Saat ini memang mulai dilakukan pengembalian kejayaan teh kita,” tutur Gede kepada KONTAN di Jakarta, Rabu (16/8).

Di antara komoditas perkebunan Indonesia, hanya produksi kelapa sawit yang mengalami pertumbuhan hingga 43%. Meski begitu, produksi karet sempat mengalami penurunan dari 35,5 juta ton pada 2015 menjadi 34,5 juta ton pada 2016. Hal tersebut diakibatkan oleh El Nino yang terjadi pada 2015.

Menurut Karyudi, penurunan produktivitas beberapa komoditas tersebut akibat tanaman-tanaman perkebunan yang sudah tua. Karena itu diperlukan bantuan pemerintah untuk melakukan peremajaan khususnya dalam hal dana. Menurutnya, petani-petani tidak mampu melakukan perbaikan kebun karena kurangnya dana yang dimiliki.

“Sekarang ini tidak ada perbaikan untuk kebun. Diremajakanlah kebun ini, supaya produktivitasnya baik. Padahal 85% perkebunan karet adalah kebun rakyat. Kalau harga karet tidak kunjung membaik, maka petani dan perusahaan juga enggan melakukan peremajaan. Sekarang bahkan banyak yang melakukan konversi ke tanaman lain,” ungkap Karyudi.

Hal senada juga diungkapkan oleh Teguh. Dia mengatakan, dibutuhkan program peremajaan (replanting) perkebunan yang dibantu oleh pemerintah. Saat ini program peremajaan sawit mulai di dengan bantuan dana Badan Pengelolan Dana Perkebunan Sawit (BPDP Sawit) untuk sekitar 20.000 hektare.

Sayangnya, program peremajaan tersebut tidak diakukan secara merata untuk seluruh komoditas perkebunan. Kakao misalnya, Teguh mengatakan program replanting seperti gernas sudah pernah dilakukan pemerintah, sayangnya program tersebut hanya berlangsung dalam beberapa tahun. Padahal, menurutnya hanya 27% - 30% dari tanaman tua yang baru diremajakan.

Hal yang sama juga terjadi pada komoditas karet. Tahun ini pemerintah berencana untuk melakukan replanting seluas 15.000 hektar dari 3,5 juta – 3,6 juta hektar kebun sawit. Menurut Gede, angka tersebut masih belum cukup untuk dapat mengembalikan produktivitas karet seperti semula.

“Di Sumatera Selatan saja, dari 900.000 hektar, kalau dihitung setidaknya harus ada 30.000 – 35.000 hektar yang harus direplanting per tahun. Padahal pada kenyataannya tidak sampai sebanyak itu,” tutur Gede.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×