kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Program reforma agraria masih terkendala


Kamis, 19 Oktober 2017 / 19:55 WIB
Program reforma agraria masih terkendala


Reporter: Ramadhani Prihatini | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program Reforma Agraria menjadi salah satu kebijakan populer di Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla ( Jokowi-JK). Namun program ini bukan tak mengalami kendala dalam penyelesaiaan targetnya. Kendala di lapangan kerap kali menjadi batu sandungan dalam salah satu program Nawa Cita ini.

Monty Girianna selaku Deputi Bidang Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Kemko Perekonomian bilang hingga saat ini dari pemerintah masih menggenjot program reforma agraria.

Untuk redistribusi lahan dengan skema kawasan hutan, dari target 4,1 juta hektare, sampai saat ini baru terlaksana 750.123 hektare lahan yang sudah dilepaskan, dan tengah di verifikasi Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Untuk program legalisasi aset, BPN telah mengeluarkan 1,7 juta sertifikat dari 5 juta sertifikat yang ditargetkan keluar tahun ini.

"Identifikasi butuh waktu lama jadi prosesnya memang panjang, Tapi bukan berarti tidak ada kemajuan, kita terus progressing," kata Monty, Kamis (19/10).

Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil menyatakan untuk legalisasi aset yang tengah berproses di ATR/BPN sudah 4 juta bidang tanah.

Namun angka tersebut belum tentu bisa secara menyeluruh disertifikasi lantaran masih harus melalui proses pengumuman.

Dia bilang, dari target 5 juta sertifikasi bidang tanah yang ditargetkan, pihaknya optimistis bisa mencapai hingga 90% dari jumlah tersebut. "Sejauh ini BPN optimistis," kata Sofyan.

Sementra itu, untuk membantu Reforma Agraria, Kemko Perekonomian menggandeng World Wide Fundation (WWF) Indonesia. Nah menurut Aditya Banunanda selaku Direktur Policy, Sustainability and Transformation WWF Indonesia bilang pemerintah mesti memperhatikan kondisi di lapangan.

Ia mengatakan WWF melihat pada penguasaan tanah di kawasan hutan yang dilakukan korporasi dengan memanfaatkan masyarakat.

Ia mencontoh di Taman Nasional Tesso Nilo, berdasarkan data WWF Indonesia terjadi 79% perambahan hutan yang dilakukan masyarakat kecil namun didukung oleh korporasi.

Untuk itu, WWF menilai pemerintah mesti menidentifikasikan data penerima reforma agraria agar tepat sasaran.

"Karena salah satu yang penting membedakan adalah masyarakat yang betul-betul membutuhkan lahan, sering sekali ini yang menjadi black box dalam konteks reformasi agraria adalah lahan diberikan kepada yang benar-benar berhak," jelas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×