kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perbesar kepemilikan SBN domestik lebih tepat daripada utang luar negeri


Selasa, 24 Juli 2018 / 22:05 WIB
Perbesar kepemilikan SBN domestik lebih tepat daripada utang luar negeri
ILUSTRASI. Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah juga akan memperbesar penarikan pinjaman program, selain memperbesar investor ritel melalui penambahan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel. Hal itu menjadi strategi pembiayaan pemerintah di tahun 2018, saat investor wait and see atas keputusan investasi mereka karena pengaruh kondisi global masih bergejolak.

Pinjaman program merupakan salah satu instrumen pembiayaan utang pemerintah selain penerbitan SBN. Pinjaman program selama ini bersumber dari lembaga bilateral dan multilateral.

Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Loto Srinaita Ginting mengatakan, dengan memperbesar penarikan pinjaman program dari yang direncanakan, maka penerbitan SBN yang bisa terdampak risiko global juga akan berkurang. Upaya ini juga dinilai pemerintah, bisa meningkatkan cadangan devisa yang semakin tergerus.

Meski demikian, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, memperbesar kepemilikan SBN oleh domestik lebih tepat daripada memperbesar utang luar negeri (ULN).

Sebab, menumpuknya ULN akan menyebabkan permintaan dollar untuk pembayaran bunga dan pokok utang meningkat. "Ujungnya, juga akan tetap menekan nilai tukar rupiah," kata Piter kepada Kontan.co.id, Selasa (23/7).

Di sisi lain Piter menilai, memperbesar kepemilikan SBN oleh domestik punya kendala besar, yaitu domestik tidak bisa menyerap seluruh SBN karena sebagian dana domestik justru terserap oleh Bank Indonesia (BI).

Hal itu terlihat dari M2 per PDB Indonesia hanya 40%, jauh dibanding Jepang yang sebesar 150%. Demikian juga dengan Malaysia, Thailand, dan Singapura. Makanya, "Harus ada koordinasi antara fiskal dan moneter," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×