kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pembentukan Badan Penerimaan Negara dikaji


Kamis, 28 Agustus 2014 / 08:02 WIB
Pembentukan Badan Penerimaan Negara dikaji
ILUSTRASI. Manfaat buah melon untuk kesehatan tubuh.


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Kementerian keuangan sudah membentuk tim pengkaji pendirian Badan Penerimaan Negara (BPN). Pembentukan tim ini merupakan bagian dari program 100 hari terakhir kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut Menteri Keuangan Chatib Basri, pembentukan tim yang membahas BPN sudah dibentuk sejak bulan lalu. "Saat ini kajian sedang dilakukan," ujar Chatib, Rabu (27/8).

Ia enggan berspekulasi bagaimana hasil kajian tersebut. Ia berjanji, sebelum tanggal 10 Oktober hasilnya sudah bisa diserahkan kepada SBY. 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andin Hadiyanto bilang, kajian tersebut terkait dengan kelembagaan di Kementerian Keuangan (Kemkeu). Saat ini, ada opsi, apakah BPN nanti akan berada di luar Kemkeu, tapi tetap di bawah koordinasi Menteri Keuangan atau langsung di bawah presiden.

Menurut Andin, rencana pembentukan BPN bisa mengoptimalkan penerimaan negara. Ia mengakui, selama ini penerimaan negara memang belum optimal, baik dari sisi pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Deputi bidang Perencanaan Prioritas Nasional, dan Evaluasi Penyerapan Anggaran, pada Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Tjokorda Nirata Samadhi, menambahkan, kajian tersebut harus dilakukan sebagai bagian mencari peta jalan bagi pemerintah dalam membentuk BPN. Ia sepakat, keberadaan BPN bakal mendorong penerimaan negara.

Terutama dari sisi collecting, yang selama ini dinilai masih lemah. Untuk itu perlu lembaga khusus dengan kewenangan yang lebih besar untuk meng-collect pajak dan non pajak. 

Sebagai ilustrasi, dari sisi PNBP, selama banyak kebocoran. PNBP di sektor pertambangan misalnya, sebagian besar perusahaan tak membayarnya. 

Rata-rata, perusahaan yang tidak membayar royalti sebanyak 37%-70%. Sementara untuk iuran tetap bisa mencapai 45%-60%.

Data tersebut diambil berdasarkan survei di beberapa daerah pada tahun 2013. Jumlah itu diperkirakan akan lebih besar di tahun 2015.

Bagi Tjokorda, masalah itu timbul bukan karena kurang tegasnya aturan, tetapi dari kemampuan collecting pemerintah. Keberadaan kantor pajak yang berada di bawah Kemkeu menyebabkan lembaga itu tak maksimal menarik setoran pajak dan non pajak. "Idealnya BPN ini terpisah dari Kemkeu, tapi langsung di bawah presiden," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×