kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelaku e-commerce minta perlakuan pajak adil dengan penjual di medsos


Selasa, 30 Januari 2018 / 22:07 WIB
Pelaku e-commerce minta perlakuan pajak adil dengan penjual di medsos
ILUSTRASI. Ilustrasi belanja online


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) meminta pemerintah dapat menjamin perlakuan yang sama terkait pengenaan pajak, terhadap seluruh pelaku usaha online. Termasuk, pelaku toko online yang memasarkan jualannya lewat media sosial.

Ketua Bidang Pajak, Cybersecurity, Infrastruktur idEA, Bima Laga menilai, Direktorat Jenderal Pajak perlu melakukan skema peraturan untuk pemungutan pajak baik bagi pelaku bisnis lewat sosial media ataupun marketplace offline. Pemerintah saat ini tengah mengodok rancangan tata cara perpajakan bagi pebisnis marketplace.

“Jika perlakuan yang sama tidak dapat dijalankan, maka rencana kebijakan ini harus ditinjau kembali agar sesuai dengan asas formal dan material suatu pembentukan peraturan yang harus ada unsur keadilan," ujar Bima di Jakarta, Selasa (30/1).

Menurut dia, kalau DJP kenakan NPWP virtual ke pelaku usaha marketplace, harusnya bisa mengenakan juga ke pelaku usaha di medsos yang posting barang jualannya.

Bima menjelaskan, pernah menanyakan perihal ini pada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Tapi, belum ada konsep atau skema yang jelas akan pemungutan pajak bagi pelaku usaha melalui media sosial. 

“Kalau BKF sebut mau atur yang marketplace dahulu baru pelaku usaha di sosial media, ini tidak bisa. Nanti pada shifting (beralih),” katanya.

Berdasarkan survey idEA, terdapat begitu banyak pelaku usaha yang menggunakan media sosial yang justru dapat menjadi peluang bagi kebijakan pajak e-commerce untuk memperoleh hasil menyeluruh dan maksimal. Hal ini ditunjukkan dari hasil survei yang dilakukan oleh IdEA terhadap 1.800 responden di 11 kota besar di Indonesia (Yogyakarta, Makassar, Surabaya, Medan, Palembang, Pontianak, Balikpapan, Semarang, Solo dan Denpasar).

Dari hasil tersebut, 43% berjualan melalui Facebook, 11% melalui Facebook dan Instagram, 5% melalui Instagram, 7% melalui website sendiri, 6% lainnya, 12% belum online dan 16% marketplace.

Head of Public Policy Tokopedia, Sari Kacaribu juga berpendapat bahwa agar pemerintah memperjelas Rancangan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Perpajakan Pelaku Usaha Perdagangan Berbasis Elektronik. “Pajak yang penting dilihat paradigma yang benar dahulu. Kami tekankan online/marketplace itu hanya channel. Kenapa dibedakan? Apakah keadilan merata di suatu kanal? Itu yang kami harap perlakuan sama harus ditegaskan,” tandas Sari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×