kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pejabat proyek Dermaga Sabang divonis 6 tahun bui


Senin, 22 Desember 2014 / 16:59 WIB
Pejabat proyek Dermaga Sabang divonis 6 tahun bui
ILUSTRASI. Film The Boogeyman dan beberapa judul film horor thriller populer yang ceritanya diadaptasi dari karya Stephen King.


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Ramadhany Ismi terbukti melakukan korupsi dalam pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang tahun 2006 hingga 2011 yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ramadhany divonis dengan hukuman enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsidair tiga bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana penjara oleh karenanya kepada terdakwa Ramadhany Ismi selama enam tahun. Dikurangkan dari masa tahanan seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Saiful Arif saat membacakan amar putusan Ramadhany, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (22/12).

Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadapnya berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 3,204 miliar. Apabila dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap hukuman ini tidak dibayarkan, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Bila hasil lelang tetap tidak mencukupi, maka dia mesti menggantinya dengan pidana penjara selama dua tahun.

Hal memberatkan yang menjadi pertimbangan majelis hakim yakni perbuatan Ramadhany telah bertentangan dengan upaya pemerintah dalam memberantas korupsi. Sementara hal meringankan yang menjadi pertimbangan majelis hakim yakni Ramadhany sopan dalam persidangan, mengakui perbuatan, dan belum pernah dihukum.

Ramadhany selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dalam dakwaan Primair.

Dalam kasus ini, Ramadhany terbukti memuluskan Nindya Sejati Jo, perusahaan kerja sama operasi (KSO) antara PT Nindya Karya dengan perusahaan lokal PT TUah Sejati sebagai pemenang dalam lelang proyek itu. Adapun kuasa KSO tersebut yakni Heru Sulaksono yang merupakan General Manager Divisi Konstruksi dan Properti PT Nindya Karya.

Dalam pelaksanaan proyek tahun 2006 hingga 2011, pekerjaan ternyata tidak dilaksanakan 100%. Namun Ramadhany maupun Nindya Sejati Jo tetap menerima pembayaran pengerjaan. Bahkan dalam poyek tersebut terdapat penggelembungan harga (mark up).

Dari rangkaian korupsi selama lima tahun, ditemukan selisih penerimaan riil dan biaya riil tahun 2006 sampai dengan 2011 sebesar Rp 287 miliar. Sementara itu, kekurangan volume terpasang tahun 2006 sampai dengan 2011 sebesar Rp 15,9 miliar. Sedangkan mark up harga satuan dan volume pada kontrak subkontraktor sebesar Rp 10,162 miliar.

Adapun vonis majelis hakim, lebih ringan dibandingkan dengan besarnya pidana yand dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama tujuh tahun enam bulan. Menanggapi vonis majelis hakim, Ramadhany mengaku menerima putusan tersebut. "Saya tidak akan banding dan menerima semua putusan," kata Ismy. Sementara JPU mengaku akan pikir-pikir untuk mengajukan banding atau tidak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×