kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Optimisme peningkatan industri manufaktur RI


Senin, 05 Maret 2018 / 11:50 WIB
Optimisme peningkatan industri manufaktur RI
ILUSTRASI. Pabrik pengolahan makanan di PT Kelola Mina Laut Food


Reporter: Adi Wikanto, Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja industri manufaktur Indonesia menunjukkan tanda-tanda peningkatan pada tahun ini. Ini terindikasi dari indeks manajer pembelian atau purchasing manager index (PMI) yang kembali ke level ekspansi pada Februari 2018.

Nikkei dan Markit merilis, PMI manufaktur Indonesia naik dari 49,9 pada Januari 2018 menjadi 51,4 pada Februari 2018. PMI di atas 50 menandakan manufaktur tengah ekspansif. Bahkan, capaian PMI manufaktur Indonesia pada Februari 2018 juga menunjukkan posisi tertinggi sejak Juni 2016 atau 20 bulan yang lalu yang sebesar 52.

Kinerja apik industri manufaktur ini sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia (BI) yang tercantum dalam survei kegiatan dunia usaha (SKDU) yang dirilis awal Januari lalu. Servei itu menyebut, kegiatan dunia usaha pada triwulan I-2018 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2017. Hal ini tercermin dari saldo bersih tertimbang (SBT) kegiatan usaha sebesar 13,96%, lebih tinggi dari 7,40% pada triwulan IV-2017.

Pendorong kenaikan itu adalah peningkatan permintaan dari dalam negeri, didukung ketersediaan sarana produksi pendukung kegiatan usaha. Ini tercermin dari peningkatan impor bahan baku dan barang modal yang merupakan kebutuhan industri.

Berdasarkan sektor lapangan usaha, peningkatan kegiatan usaha diperkirakan terjadi pada seluruh sektor usaha, terutama pada sektor keuangan, real estate & jasa perusahaan, sektor jasa-jasa dan industri pengolahan.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat menilai, kenaikan PMI terdorong oleh perundingan Indonesia-Uni Eropa Comprehensif Economic Agreement (IU-CEPA). "Ini isu seksi, banyak yang ingin tahu seberapa serius Indonesia merundingkan itu," jelas Ade, Minggu (4/3).

Namun Ade pesimistis industri manufaktur bisa tancap gas tahun ini. Alasannya, tingkat kemudahan bisnis di Indonesia masih kalah dibandingkan negara tetangga, seperti Vietnam dan Thailand. Investor akan lebih memilih mengembangkan sektor manufaktur di dua negara itu dibandingkan di Indonesia.

Direktur Penelitian CORE Indonesia Mohammad Faisal sependapat, industri manufaktur sulit tumbuh tinggi tanpa didukung pemerintah. Apalagi kebijakan perdagangan dan pengembangan industri tak harmonis. Misal rencana pemerintah menerapkan bea masuk impor bahan baku kemasan plastik dan cukai bagi plastik kresek.

"Kebijakan itu justru meningkatkan biaya produksi bagi industri hilir makanan minuman berkemasan yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia, katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×