kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Omzet makanan dan minuman naik 30% saat Lebaran


Selasa, 25 Juni 2013 / 07:00 WIB
Omzet makanan dan minuman naik 30% saat Lebaran


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

JAKARTA. Momentum puasa dan Lebaran menjadi berkah bagi industri makanan dan minuman. Pasalnya, saat puasa dan lebaran, omzet penjualan industri makanan dan minuman bisa meningkat hingga 30% ketimbang bulan biasa. Namun, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi membuat industri terpaksa merelakan margin keuntungannya berkurang.

Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman menuturkan, saat puasa dan Lebaran, permintaan produk makanan dan minuman secara historis meningkat sekitar 30% ketimbang bulan biasa. "Kemungkinan omzet saat Ramadan dan Lebaran tahun ini bisa mencapai Rp 100 triliun-Rp 150 triliun," jelasnya Senin (24/6).

Namun, kenaikan harga BBM membuat ongkos produksi meningkat. Di sisi lain, para produsen tak bisa serta merta menaikkan harga jual produknya. Pasalnya, para produsen makanan dan minuman telah mengikat kontrak dengan retailer modern sekitar tiga hingga lima bulan ke depan sehingga mereka sulit untuk menaikkan harga jual.

Tak hanya itu, pada awal tahun ini, pertumbuhan omzet industri makanan dan minuman tak secepat yang diperkirakan. Sehingga, industri makanan dan minuman mencoba untuk mempertahankan harga jual agar omzet tetap terjaga.

Pada kuartal I 2013, omzet penjualan industri makanan dan minuman sekitar Rp 152 triliun. Nah, sampai akhir tahun ini, Adhi memperkirakan omset industri makanan akan tumbuh sekitar 8% - 9% ketimbang tahun lalu menjadi sekitar Rp 756 triliun - Rp 763 triliun. Sebagai gambaran, pada tahun 2012, omzet penjualan makanan dan minuman di Indonesia mencapai Rp 700 triliun.

Karena sulit untuk menaikkan harga jual produk, Adhi bilang, para produsen makanan dan minuman harus merelakan margin keuntungannya tergerus. Rata-rata margin keuntungan industri makanan dan minuman sekitar 6% - 10%. Sayangnya, ia enggan menyebutkan berapa besar penurunan margin keuntungan yang harus ditanggung oleh para produsen makanan dan minuman. Yang jelas, "Karena kenaikkan beban tidak terlalu besar, maka sebagian besar beban ini kami serap sendiri," papar dia.

Adhi menggambarkan, kenaikan harga BBM bakal mendongkrak beban biaya pada pos biaya distribusi bahan baku, biaya kemasan dan beban biaya pada produk jadi. Rata-rata kenaikan beban biaya produksi ini sekitar 2%.

Asal tahu saja, beban bahan baku untuk industri makanan dan minuman masing-masing bisa berkontribusi sekitar 60% dan 30% terhadap total biaya produksi. Sementara untuk biaya bahan kemasan, pada industri makanan kontribusinya mencapai 30% dari total produksi. Sedangkan pada industri minuman, kontribusinya sekitar 50% dari total biaya produksi.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani menambahkan, kenaikkan beban produksi karena kenaikkan BBM memang tak terlalu besar. Namun, secara umum lonjakan beban terjadi untuk biaya transportasi dan logistik yang mencapai 30%. "Kenaikkannya terjadi secara mendadak," tutur Franky.

Karena itu, ia meminta pemerintah untuk secepatnya membangun infrastruktur penunjang logistik yang lebih baik. Ia menilai, dengan infrastruktur yang baik, maka biaya logistik bisa ditekan meski ada kenaikkan harga BBM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×