kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OECD koreksi perpu keterbukaan data pajak


Jumat, 31 Maret 2017 / 19:27 WIB
OECD koreksi perpu keterbukaan data pajak


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Perangkat hukum untuk keperluan kerjasama pertukaran informasi perpajakan otomatis atau automatic exchange of information (AEoI) yang berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) keterbukaan data untuk pajak telah diserahkan ke Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Bahkan, OECD memberikan koreksi atas perpu tersebut.

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, sudah mendapatkan jawaban atas draft dari Perppu tersebut yang dikirim kepada pihak OECD. “Sudah saya kirim, sudah ada jawaban, ada beberapa koreksi sih,” kata Ken di Kantor LTO Radjiman Wedyodiningrat, Jumat (31/3).

Namun demikian, Ken mengaku lupa apa saja poin-poin yang dikoreksi oleh OECD dari draft Perppu itu. Yang terang, ia menyatakan bahwa Perppu tersebut akan mencakup keterbukaan data bank untuk keperluan pajak bagi nasabah asing maupun nasabah domestik. “Iya, semua. Tidak apa-apa jangan takut. Kalian kalau punya uang di bank, kalau bukan obyek jangan takut,” ucapnya.

Dengan Perppu itu, menurut Ken diharapkan Indonesia mampu memenuhi persyaratan dasar dari AEoI. Pasalnya, keterbukaan data bank untuk keperluan pajak adalah satu primary rule di dalam negeri yang harus ada.

Namun demikian, ia mengatakan bahwa pembahasan revisi Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang saat ini ada masih berlaku. “KUP tetap jalan dong, kan menunggu. KUP kan harusnya Juni sudah masuk. Kalau tidak, (Perppu) itu yang akan dikeluarkan,” ujarnya.

Dengan Perppu ini juga Ken berharap bahwa otoritas pajak dapat lebih luas menggali potensi pajak. Pasalnya, dirinya sudah membatalkan permintaan data kartu kredit kepada perbankan. Alasannya, data kartu kredit tidak mencerminkan penghasilan meskipun mencerminkan daya beli.

“Kenapa saya tidak tertarik dengan data kartu kredit karena itu utang, bukan penghasilan. Misal saya beli barang Rp 50 juta, apa gaji saya segitu? Kan tidak,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×