kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Nasabah Gold Bullion Indonesia Mengadu


Senin, 26 Agustus 2013 / 08:30 WIB
ILUSTRASI. Promo JSM Superindo 1-3 April 2022, nikmati belanja dengan banyak diskon besar selama akhir pekan di awal bulan ini.


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Sejumlah Nasabah Gold Bullion Indonesia (GBI) yang tergabung dalam Forum Perjuangan Nasabah (FPN) GBI melayangkan surat kepada Ketua DPR-RI, Ketua Komisi XI, Ketua Komisi III, Menko Polkam RI, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kapolri, Bank Indonesia, dan Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Nasabah menuntut berbagai lembaga negara tersebut melakukan Law Enforcement (Penegakan dan Tindakan Hukum) segera sehingga dana nasabah yang menurut taksiran mencapai Rp 1,253 triliun dapat dijamin pemerintah kembali dengan selamat.

"Kami meminta aset-aset GBI segera dibekukan," kata Ahmadi Hasan, salah satu perwakilan nasabah anggota FPN GBI (18/8). Nasabah menilai BKPM melakukan kelalaian lantaran mengentikan operasi GBI tetapi tidak membekukan aset-aset yang dimiliki GBI.

Ahmadi menuturkan jika GBI sejak awal telah melanggar peraturan dalam izin Penanam Modal Asing yang dikeluarkan oleh BKPM sebagaimana pendaftaran PMA No. 1079/1/PPM/I/PMA/2012 tanggal 7 Mei 2012. Perusahaan asal Malaysia ini awalnya mendapatkan izin untuk melakukan usaha di bidang perdagangan besar sebagai distributor utama barang dagangan emas batangan dan perhiasan, bukan emas eceran. Namun, dalam prakteknya GBI ternyata melakukan praktek perdagangan emas eceran dengan cara menawarkan kepada konsumen prduk investasi berupa pembelian emas secara fisik dengan memberikan keuntungan tertentu dalam waktu tertentu.

Setelah hampir satu tahun beroperasi, BKPM mengetahui pelanggaran yang dilakukan GBI. BKPM melalui surat No. 28/B.2/A.9/2013 tertanggal 26 Maret 2013 meminta GBI segera menghentikan kegiatan usahanya dan mengembalikan dana masyarakat.

Menurut Ahmadi, lantaran itulah Direktur GBI, Fadzli Bin Mohamed mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Tanggal 10 Juni 2013 majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan PKPU GBI.Dalam PKPU ini, daftar piutang kreditur GBI yang diakui senilai Rp 99,9 miliar. Jumlah ini merupakan tagihan dari sekitar  500 nasabah. Melalui proposal perdamaiannya GBI berjanji untuk mengembalikan dana nasabah sebelum 16 Juli 2013.

Dalam situs resmi GBI, Fadzli menyatakan siap untuk memenuhi keputusan sidang. Yaitu, membayar utang kepada nasabah sebelum batas akhir PKPU yaitu 16 Juli 2013. Utang tersebut meliputi pembayaran Attoya, pembayaran Buy Back Option (BBO), komisi keagenan, dan utang pihak ketiga atau vendor. Fadzli juga memastikan akan membayar semua utang kepada nasabah atau kreditur, baik yang tercatat dalam laporan pengurus PKPU maupun yang tidak tercatat. Namun hingga batas waktu yang ditentukan GBI ingkar janji. Investor yang dijanjikan GBI juga tidak pernah dapat terbukti.

Ahmadi menyesalkan status PKPU yang kini disandang GBI. Nasabah GBI sendiri mencapai ribuan yang tersebar di beberapa kota di seluruh Indonesia. "Seharusnya PKPU itu tidak pernah terjadi. Apa yang dikemukakan di pengadilan juga tidak ada yang benar," lanjutnya. Ahmadi menilai pengadilan tidak cakap dalam melihat bukti-bukti yang diajukan GBI. Bukti cek senilai Rp 99,9 miliar yang diajukan sebagai jaminan ternyata tidak dapat dicairkan. Lantaran itulah perwakilan nasabah juga telah melaporkan majelis hakim PKPU GBI ke Komisi Yudisial.

Sementara tim pengurus GBI belum berniat untuk melakukan upaya pembatalan perdamaian antara GBI dengan para kreditur. Pengurus lebih memilih menunggu kasasi atas proses pengesahan perdamaian (homologasi) GBI yang sebelumnya mereka ajukan."Belum ada laporan tindakan dari nasabah, kami masih menunggu putusan kasasi," ujar salah satu pengurus, Reza Safa'at Rizal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×