kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lebanon desak Liga Arab terapkan sanksi ke AS


Senin, 11 Desember 2017 / 11:59 WIB
Lebanon desak Liga Arab terapkan sanksi ke AS


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - KAIRO. Negara-negara Liga Arab menolak keras keputusan Amerika Serikat untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Dalam pernyataan bersama, Liga Arab menyatakan tindakan itu sama saja merupakan pengakuan atas pendudukan ilegal Yerusalem Timur dan karenanya tidak memiliki dasar hukum.

"Keputusan tersebut tidak memiliki efek hukum ... ini memperdalam ketegangan, memicu kemarahan dan mengancam untuk mencelakakan kawasan ini menjadi lebih banyak kekerasan dan kekacauan," demikian deklarasi bersama Liga Arab, setelah menteri luar negeri dari 22 organisasi kuat mengadakan pertemuan di Ibukota Mesir, Kairo seperti yang dilansir dari www.rt.com.

Pertemuan itu berlanjut sampai dini hari, karena para petinggi Arab juga merumuskan tanggapan yang tepat untuk tindakan yang diambil Washington pada Rabu (6/12).

Keputusan Trump dinilai sebagai "pelanggaran berbahaya hukum internasional" oleh Liga Arab. Itu sebabnya, mereka meminta Dewan Keamanan PBB untuk menolaknya dalam sebuah resolusi. Sejumlah pengamat menilai, hal ini mungkin akan sulit dilewati, mengingat hak veto AS atas dewan keamanan.
Beberapa anggota liga seperti Lebanon, meminta agar segera diambil tindakan balasan terhadap AS, termasuk menempatkan sanksi ekonomi atas negara tersebut. Namun organisasi tersebut menahan diri untuk tidak menanggapi usulan tersebut, dan memilih  kampanye informasi.

Selama perdebatan mengenai keputusan AS, Sekretaris Jenderal Liga Arab, Ahmed Aboul-Gheit, dan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki meminta masyarakat internasional untuk mengakui Negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya. "Keputusan tersebut adalah untuk legalisasi pendudukan," kata kepala organisasi tersebut, merujuk pada kontrol Israel yang terus berlanjut terhadap Yerusalem Timur sejak perang 1967.

Aboul-Gheit menambahkan bahwa AS telah menyalahgunakan perannya sebagai mediator dalam proses perdamaian Timur Tengah. Oleh sebab itu, dia mendukung seruan sebelumnya oleh menteri Palestina untuk menemukan mediator yang lebih baik menggantikan Amerika.

Sebelumnya, utusan AS untuk PBB, Nikki Haley, mengklaim bahwa AS memiliki kredibilitas lebih sebagai mediator proses perdamaian daripada 14 anggota Dewan Keamanan PBB lainnya dan berjanji untuk melindungi Israel dari serangan yang dia sebut "tidak adil" di Perserikatan Bangsa-bangsa. Dia mengatakan negaranya tidak akan didikte oleh negara-negara yang tidak memiliki kredibilitas dalam memperlakukan Israel dan Palestina secara adil.

Seperti yang diketahui, meskipun berulang kali diberi peringatan oleh negara-negara global dan regional, Trump tetap mengumumkan Yerusalem sebagai ibukota Israel pada 6 Desember 2017 lalu. Keputusannya itu memicu reaksi keras dan kecaman yang meluas. Setelah pengumuman tersebut, demonstrasi anti-Amerika secara besar-besaran meletus di seluruh wilayah.

Bentrokan yang paling parah sedang terjadi di Yerusalem, Tepi Barat dan Gaza, saat warga Palestina terus berjuang untuk nasib mereka, setelah Hamas menyerukan aksi intifadah baru (pemberontakan). Tindakan keras terhadap aksi demonstrasi yang mencengkeram wilayah pendudukan Israel lebih brutal. Ratusan orang terluka karena pasukan keamanan Israel menggunakan peluru karet, gas air mata dan meriam air untuk menekan pelaku demonstrasi tersebut.

Data yang dirilis Palang Merah Palestina mengatakan, pada Sabtu (9/12) lalu, lebih dari 230 orang Palestina terluka dan 171 orang terluka di Tepi Barat dan Yerusalem serta 60 lainnya terluka di Jalur Gaza.




TERBARU

[X]
×