kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemenkes diminta audit kasus ibu gendong jenazah


Minggu, 24 September 2017 / 08:00 WIB
Kemenkes diminta audit kasus ibu gendong jenazah


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Kasus seorang ibu yang menggendong jenazah bayinya di dalam angkot cepat direspons oleh Kantor Kemenko PMK. Pejabat Kantor Kementerian Kordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK itu)  sudah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengetahui duduk permasalahannya.

Kemenkes diminta untuk melakukan  yang audit dan melaporkan kronologi dari kasus yang menyedot perhatian tersebut. ‘’Tentu, kami telah memonitor media. Tapi, kami tetap memerlukan laporan resmi,’’ ujar Sigit Priohutomo, Deputi bidang Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK, Minggu (24/9).

Langkah audit bisa dilakukan singkat. Acuannya sudah baku, yakni  Surat Edaran dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pelayanan Kesehatan Kemenkes. Dalam edaran tersebut, menurut Sigit, tertera rincian  berbagai hal yang wajib dilakukan oleh rumah sakit ketika memberikan layanan kepada pasien.

“Jadi, adanya proses pelayanan yang sering dikeluhkan oleh masyarakat seharusnya tak terjadi, karena pasien sudah harus dilayani lebih dahulu di rumah sakit,” ujar Sigit.

Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, Sigit berharap agar Kementerian Kesehatan dan BPJS harus menjalin kerja sama dan koordinasi yang baik dengan rumah sakit, baik itu yang dilakukan  menjadi mitra maupun yang bukan mitra BPJS.

Hal ini penting karena sering kali pasien BPJS harus mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bukan  mitra dari BPJS. ‘’Surat edaran Ditjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes itu sudah sangat baik, dan harus dilaksanakan,” tambah Sigit.

Selanjutnya, Sigit juga menjelaskan bahwa Kemenko PMK sedang mempersiapkan peraturan dalam bentuk inpres ataupun perpres terkait kejelasan tanggungan yang harus diberikan oleh BPJS, Pemerintah Pusat, ataupun Pemerintah Daerah.

“Kalau dia peserta BPJS, maka BPJS yang menanggung, kalau bukan peserta BPJS, ada Pemerintah Pusat maupun Daerah. Kalau tak ada yang mau menanggung bagaimana pelayanan yang baik dapat terwujud?” ujar Sigit.

Ia berharap agar mekanisme reward and punishment terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dapat dijalankan dengan tegas namun juga proporsional.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×