kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45982,64   -7,73   -0.78%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kelapa lokal belum mampu penuhi industri


Selasa, 15 Agustus 2017 / 20:09 WIB
Kelapa lokal belum mampu penuhi industri


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Produksi kelapa dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengolahan kelapa di Indonesia. Bila dihitung, industri pengolahan kelapa di Indonesia kekurangan kurang lebih 7 miliar butir kelapa.

Menurut Donatus Gede Sabon, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpuann Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (Hipki), saat ini indusri pengolaan kelapa membutuhkan lebih dari 17 miliar hingga 20 miliar butir kelapa setiap tahunnya.

Sementara, berdasarkan data kementerian pertanian (Kemtan) setiap tahun Indonesia hanya mampu memproduksi kelapa 15 miliar sampai 16 miliar butir.

“Jumlah kebutuhan industri kalau dihitung dari kapasitas terpasang sebesar 17 - 20 miliar butir. Karena itu kalau dilihat data dari data Kemtan, ada selisih jauh. Belum kita hitung dengan konsumsi rumah tangga,” ungkap Donatus kepada KONTAN, Selasa (15/8).

Donatus juga mengatakan, produksi kelapa dalam negeri masih harus digunakan untuk kebutuhan rumah tangga yang mencapai dua miliar butir per tahun. Belum lagi, industri harus bersaing dengan ekspor yang tahun lalu bisa mencapai tiga miliar butir.

Akibat kekurangan bahan baku tersebut, industri harus mengurangi kapasitas produksi mereka. Menurut Donatus, pengurangan kapasitas produksi tersebut dapat berkisar 35% hingga 50%.

Menurut Donatus, dalam enam tahun terakhir jumlah ekspor terus meningkat. Dia bilang, saat ini Indonesia lebih banyak mengekspor ke China, yang disusul dengan Thailand, dan Malaysia. Dia juga mengungkap, industri pengolahan kelapa di China terus mengalami pertumbuhan yang pesat, sementara bahan baku mereka masih terus dipasok dari Indonesia.

Hingga semester I tahun ini, jumlah ekspor di Indonesia mengalami penurunan. Hal tersebut diakibatkan Thailand yang sedang mengalami masa panen raya, serta China yang sedang mengalami masalah dengan limbah sabut kelapa.

“Kita memang mengekspor kelapa yang sudah dikupas, tetapi tidak semuanya mulus. Kan masih ada sabutnya. Informasi terakhir dari mereka ada masalah dengan itu karena itulah ada pengurangan ekspor,” ujar Donatus.

Penurunan ekspor tersebut ditunjukkan dengan semakin membaiknya pasokan kelapa untuk bahan baku industri. Donatus mengungkap, saat ini memang sulit menghitung jumlah ekspor ke negara asing karena ekspor yang dilakukan secara tersembunyi.

“Terus terang kami kesulitan untuk menghitung. Karena banyak sekali jalan tikus yang tidak bisa kita pantau, tetapi paling tidak supply untuk bahan baku ke pabrik lebih baik. Artinya ketersediaan bahan baku lebih banyak dari pada tahun lalu,” jelas Donatus.

Menurut Donatus, tahun ini produksi industri pengolahan kelapa sudah mulai membaik 60% sampai 70%. Karena itu dia berharap kondisi ini terus membaik ke depannya. Dengan membaiknya persediaan bahan baku untuk industri, maka turut membantu perekonomian Indonesia. Apalagi semua komponen kelapa dapat diolah oleh industri.

“Sabuk kelapa itu sekarang diurai dan diolah oleh industri. Tempurung kelapa diolah industri karbon yang diolah menjadi arang atau briket. Dagingnya untuk minyak kelapa, tepung, dan olahan lain, sementara air digunakan untuk produk minuman. Jadi semua komponen buah kelapa itu nilainya sangat tinggi. Kalau tidak dibenahi dan buah kelapanya di bawa pergi, berarti yang menikmati kan orang lain,” tutur Donatus.

Donatus berharap, pemerintah memberikan intervensi kebijakan yang dapat menjamin pasokan bahan baku untuk industri. “Kita berharap pemerintah melihat situasi yang ada dan mengeluarkan kebijakan. walalupun tidak mampu memenuhi kebutuhan industri 100%, tapi setidaknya ada kepastian,” terangnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×