kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kawasan industri susah kelola sumber daya air


Senin, 29 Agustus 2016 / 11:04 WIB
Kawasan industri susah kelola sumber daya air


Reporter: Agus Triyono | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) mengeluhkan pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 121 Tahun 2016 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air. Aturan itu dinilai telah membatasi ruang gerak pengusaha kawasan industri dalam mengelola sumber daya air untuk kawasannya. 

Ketua HKI Sanny Iskandar mengatakan, peraturan pemerintah itu membuat pengusaha kawasan industri kesusahan mendapatkan akses air baku. Apalagi aturan itu juga membuat peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) semakin dominan dalam pengelolaan air baku.

Kondisi itu membuat pengusaha kawasan industri kesusahan. "Ada ketidakkonsistenan antara pernyataan pemerintah yang ingin memberi jaminan kepastian ke kawasan industri dengan kenyataan di lapangan," katanya kepada KONTAN, Minggu (28/8).

Atas keluhannya tersebut, Sanny bilang, pihaknya telah berkomunikasi dengan pemerintah agar segera diselesaikan. "Sudah kami laporkan ke Satgas Percepatan Paket Ekonomi," katanya. 

HKI memiliki 73 anggota di 15 provinsi. Dalam situs resminya, total luas kawasan HKI mencapai lebih dari 54.214,83 hektare. Ada sekitar 9.138 perusahaan manufaktur yang beroperasi dan mempekerjakan sekitar 4 juta orang.

Pembatasan ruang gerak pengusaha kawasan industri bermula dari diterbitkannya PP Nomor 121 Tahun 2015. PP ini merupakan tindaklanjut  pembatalan UU Sumber Daya Air yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 

Dalam PP yang ditandatangani Presiden Joko Widodo 28 Desember 2015 itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru tentang pemanfaatan sumber daya air. Di pasal 2 misalnya, pemerintah mengatur bahwa pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan enam prinsip. 

Enam prinsip itu, pertama, tidak mengganggu, mengesampingkan dan meniadakan hak rakyat atas air. Kedua, perlindungan negara terhadap hak rakyat atas air. Ketiga, kelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu hak asasi manusia. Keempat, pengawasan dan pengendalian negara atas air bersifat mutlak. 

Lalu kelima, prioritas utama pengusahaan atas air diberikan kepada BUMN atau BUMD. Keenam, pemberian izin pengusahaan sumber daya air dan izin pengusahaan air tanah kepada usaha swasta dapat dilakukan dengan syarat tertentu dan ketat setelah kelima prinsip pengusahaan air terpenuhi.

Sosialisasi kurang

Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Danis Sumadilaha mengatakan, sebenarnya permasalahan pengusaha kawasan industri disebabkan oleh masalah sosialisasi dan pemahaman. Padahal tata cara kerjasama yang bisa membantu agar kawasan industri bisa terjamin kebutuhan airnya sudah diatur jelas.  "Ini seolah-olah mereka kesulitan kalau harus kerjasama dengan BUMD," katanya.

Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah mengaku akan membentuk Dewan Sumber Daya Air (SDA) Nasional. Lembaga ini akan merumuskan kebijakan yang menyangkut pemanfaatan sumber daya air. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bilang, pembentukan Dewan SDA Nasional perlu untuk menyelesaikan seluruh masalah SDA, seperti penyediaan air minum masyarakat dan irigasi. "Perlu rapat antar kementerian, makanya Dewan SDA Nasional kami perbaharui," ujar dia, Jumat (26/8).

Dewan ini beranggotakan pemerintah, asosiasi dan lembaga terkait. Lembaga ini akan mewakili 16 kementerian termasuk gubernur. Dewan ini diatur melalui Peraturan Presiden (Perpres) yang saat ini tengah dalam proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Perpres ini juga menjadi pelengkap PP 121 tahun 2015 tentang Pengusahaan SDA dan PP 122 tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan air Minum (SPAM). Dirjen l Sumber Daya Air Kementerian PU-Pera Mudiadi bilang, kementeriannya juga tengah membahas RUU Sumber Daya Air untuk pengganti UU 7 Tahun 2004.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×