kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45999,83   6,23   0.63%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kawasan elit Jakarta mulai alih fungsi sebagai lahan bisnis


Senin, 23 Juli 2018 / 10:41 WIB
Kawasan elit Jakarta mulai alih fungsi sebagai lahan bisnis
ILUSTRASI. Pameran properti IPEX 2018


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kawasan elit pemukiman di DKI Jakarta perlahan mulai alih fungsi menjadi kawasan bisnis. Pergeseran ini mulai terjadi sejak pertanahan di DKI mulai mengalami kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) secara sistematis dari tahun ke tahun.

Menurut pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, beberapa kawasan elit yang saat ini beralih fungsi karena ketidakmampuan penghuni membayar pajak kawasan tersebut yang terus naik.

“Kalau daerah seperti Kebayoran Baru dan Menteng itu adalah hunian yang dulu dihuni orang kaya yang sekarang sudah lansia (lanjut usia) dan pensiun. Dan kemampuan membayar NJOP-nya tidak sama seperti dulu,” kata Nirwono saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (22/7).

Nirwono menjelaskan bahwa kenaikan NJOP memiliki dampak kepada lansia dan orang-orang lama yang dulunya kaya, sekarang sudah tidak bekerja maka tidak mampu membayar PBB yang terus melejit.

“Apa yang akan mereka lakukan? Kalau enggak mampu biasanya jika anaknya sudah berhasil akan patungan untuk membayarkan itu. Tapi alternatif lainnya adalah menjual rumah itu dan kemudian orangtuanya pindah ke pinggir sekitar, missal Bintaro dan sekitarnya,” katanya.

Kenaikan NJOP dari tahun ke tahun jelas berperan mengubah fungsi bangunan dan tata kota mengikuti perkembangan jaman dan kebutuhan masyarakat saat ini.
Nirwono melanjutkan, jika pemilik rumah sudah tidak mampu membayar PBB alternatifnya adalah dengan menjual rumah, maka pembelinya bisa dipastikan adalah OKB (Orang Kaya Baru) atau pengusaha. Untuk OKB, tinggal di pusat kota adalah memiliki kebanggaan tersendiri. Sedangkan untuk pengusaha, memiliki rumah di tengah kota untuk membuka bisnis dan usaha yang menghasilkan.

“Persoalannya adalah yang membeli rumah itu kalau enggak OKB yang ingin tinggal di pusat kota atau pengusaha yang ingin membeli rumah untuk usaha. Karena NJOP tinggi kan. Kalau dia kaya enggak masalah kalau dia pengusaha kan dia harus mengubah fungsi bangunan. Itulah yang terjadi sekarang,” katanya.

Lanjut, kesulitan masyarakat membayar NJOP ini pun tentunya berdampak pada perubahan kawasan hunian menjadi kawasan komersil. Nirwono mencontohkan kawasan Kebayoran Baru yang seiring perkembangannya berubah menjadi kawasan komersil yang turut merembet ke  Kemang dan Fatmawati.

“Jadi rumahnya yang dulu tempat tinggal sekarang ini beralih dikomersialkan. Mulai dari kos-kosan. Kalau di Kebayoran Baru ini berubah menjadi cafe, restoran dan kantor. Ini bukan cuma di kawasan Kebayoran Baru dampaknya. Tapi juga merembet hingga ke Kemang dan Fatmawati,” ungkapnya.

Ia menjelaskan terkait usulan pemerintah yang akan menaikkan harga NJOP di kawasan Sudirman Thamrin karena adanya fasilitas infrastruktur mass rapid transit (MRT). Menurutnya selain masyarakat diuntungkan karena mempermudah mobilitas, perubahan kawasan nyaman untuk hunian juga akan semakin tergerus.

“Kalau Pemda bilang itu kenaikan NJOP hanya di kawasan Sudirman Thamrin, atau jalur MRT kemudian Jalur MRT juga akan begitu. Di belakang daerah Fatmawati juga akan naik. Persoalannya kalau itu ikut naik, maka peruntukan kawasannya juga akan berubah dari mulai hunian berubah menjadi komersial. Itu sudah terjadi mulai kawasan Rasuna Said. Itu akan terdampak sampai Tebet. Dulu itu Tebet tempat hunian nyaman sekarang jadi café,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×